Disini saya ingin berbagi kumpulan puisi sapardi djoko damono. Sapardi Djoko Damono (lahir 20 Maret 1940 di Surakarta, Jawa Tengah). Karyanya yang terkenal "Hujan Bulan Juni" dan "Berjalan ke Barat di Waktu Pagi Hari". Dia adalah professor Universitas Indonesia, mengajar literatur. waktu henti ia tiada. Peringatan Hari Buruh 1 Mei mengusung foto Marsinah. FOTO Republika KAKI BUKIT – Semua yang perjuangan dan peristiwa tragis menimpa Marsinah itu yang melahirkan karya seni. Menurut Goenawan Mohamad, apa yang dialami Marsinah adalah sebuah gambaran yang menyesakkan, tentang bagaimana seseorang yang memperjuangkan tuntutan yang bersahaja pada akhirnya tersangkut dengan masalah hak dasar hak untuk punya suara, hak untuk punya harapan, bahkan hak untuk punya jiwa dan badan. Kita tak tahu siapa yang membunuh Marsinah. Tapi kita tahu mengapa ia dibunuh. Ia seorang buruh yang mengais-ngais dari remah-remah dunia yang dikenalnya secara terbatas. Ia tidak punya pilihan lain. Ia bermaksud mengubah nasibnya. Menurut Ratna Sarumpaet, terlepas dari proses persidangan kasus Marsinah yang penuh teka-teki itu; terlepas dari kesedihan kita menyaksikan ketidakmampuan lembaga peradilan mengungkap kasus ini. Kematian perempuan ini bagaimana pun telah mengungkapkan pada kita dua hal. Scroll untuk membaca Scroll untuk membaca Satu, tentang kekerasan yang telah mencabik-cabik rahim dan merenggut nyawanya. Dua, tentang perjuangannya sebagai buruh industri menghadapi pihak pabrik yang mengeksploitasinya, serta pihak keamanan yang menekan dan menyudutkannnya. Dari kasus Marsinah selain Ratna Sarumpaet yang menuangkannya dalam naskah lakon atau teater ada juga Sapardi Djoko Damono yang menuangkannya dalam puisi. Sapardi menulis puisi berjudul “Dongeng Marsinah” butuh waktu tiga tahun lebih pada 1993- 1996 untuk menulisnya. Ada yang mengatakan, “Dongeng Marsinah” adalah salah satu puisi yang sarat dengan kritik sosial, juga ada menyebutnya sebagai bentuk luapan kemarahan sastrawan Sapardi Djoko Damono pada kasus pembunuhan Marsinah. Puisi “Dongeng Marsinah” ditulis Sapardi cukup panjang ada enam bagian. Pada bagian pertama menulis /1/ Marsinah buruh pabrik arloji, mengurus presisi merakit jarum, sekrup, dan roda gigi; waktu memang tak pernah kompromi, ia sangat cermat dan pasti /2/ Marsinah, kita tahu, tak bersenjata, ia hanya suka merebus kata sampai mendidih, lalu meluap ke mana-mana. “Ia suka berpikir,” kata Siapa, “itu sangat berbahaya.” Marsinah tak ingin menyulut api, ia hanya memutar jarum arloji agar sesuai dengan matahari. “Ia tahu hakikat waktu,” kata Siapa, “dan harus dikembalikan ke asalnya, debu. Persoalan tentang buruh seperi kasus Marsinah yang terjadi pada zaman Orde Baru adalah persoalan yang krusial yang sampai kini tak kunjung teratas. Persoalannya bukan sekedar urusan industrial, tetapi juga menyangkut persoalan lain seperti sosial, ekonomi, dan politik. Terhadap persoalan buruh tersebut Wiji Thukul yang buruh dan aktivis buruh menuangkan dalam puisi. Pada tahun 2014, terbit buku kumpulan lengkap puisinya yang berjudul “Nyanyian Akar Rumput.” Dalam puisinya berjudul “Suti” WijiThukul menampilkan potret seorang buruh bernama Suti yang sakit akibat “terisap” oleh beban pekerjaannya yang berat, namun ia tidak memiliki cukup uang untuk berobat karena upahnya sebagai buruh tidak mencukupi. Kemudian pada puisi berjudul “Leuwigajah” ia memotret buruh tenaga muda yang terus diperah, diisap darahnya, seperti buah disedot vitaminnya. Puisi berjudul, “Terus Terang Saja,” Wiji Thukul menyatakan kapitalis sebagai musuh bagi mereka kaum buruh. Menurut Debora Martini Wulu dan Ali Nuke Affandy dalam penelitian berjudul “Penindasan Buruh dalam Kumpulan Puisi Nyanyian Akar Rumput Karya Wiji Thukul Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra,” 2019 menyebutkan, puisi ini mengkonotasikan kapitalis sebagai sesuatu yang terus-menerus memakan tetes-tetes keringat kaum buruh. Nasib buruh memang sangat memperihatinkan, jika tak ingin disebut mengenaskan. Kapitalisme yang terus tumbuh dengan subur menyebabkan terjadinya kesenjangan sosial. Para pemilik modal yang banyak diantaranya adalah orang asing berusaha mencari keuntungan yang sebesar-besarnya dengan cara mempekerjakan buruh dengan upah yang rendah. Naskah lakon “Marsinah Nyanyian Bawah Tanah” karya Ratna Sarumpaet, puisi “Dongeng Marsinah” yang ditulis Sapardi Djoko Damono dan kumpulan puisi Wiji Thukul berjudul “Nyanyian Akar Rumput” adalah karya seni atau sastra yang membicarakan persoalan manusia. Antara karya sastra dengan manusia memiliki hubungan yang tidak terpisahkan. Sastra dengan segala ekspresinya merupakan pencerminan dari kehidupan manusia. Adapun permasalahan manusia merupakan ilham bagi pengarang untuk mengungkapkan dirinya dengan media karya sastra atau seni. maspril aries marsinah dongeng marsinag sapardi djoko damono wiji thukul buruh marsinah ratna sarumpaet hari buruh Artikelini menggambarkan ideologi Islam-Jawa pada kumpulan puisi Mantra Orang Jawa karya Sapardi Djoko Damono. Penggambaran ideologi tersebut dilihat berdasarkan konsep tanda yang muncul di dalamnya. Tanda-tanda tersebut kemudian dianalisis Kompas TV entertainment seni budaya Senin, 20 Maret 2023 0729 WIB Puisi Sapardi Djoko Damono Sumber Gramedia JAKARTA, - Penyair Sapardi Djoko Damono hari ini dijadikan sebagai Google Doodle untuk memperingati ulang tahunnya yang ke-83, Senin 20/3/2023. Puisi Sapardi Djoko Damono merupakan salah satu karya sastra yang hingga kini masih digunakan sebagai studi maupun dinikmati secara umum. Hal ini karena banyak puisi-puisinya yang dinilai romantis sehingga mampu menyentuh hati masyarakat. Bahkan, banyak puisi Sapardi Djoko Damono yang dijadikan musikalisasi seperti "Aku Ingin" hingga "Hujan Bulan Juni". Sapardi Djoko Damono meninggal dunia di usia 80 tahun pada Minggu 19/7/2020. Berikut kumpulan puisi Sapardi Djoko Damono. Baca Juga Google Doodle Hari Ini Peringati Ultah Sapardi Djoko Damono, Penyair Hujan Bulan Juni 1. Aku Ingin 1989 Aku ingin mencintaimu dengan sederhana dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu Aku ingin mencintaimu dengan sederhana dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada 2. Pada Suatu Hari Nanti 1991 Halaman Sumber Kompas TV BERITA LAINNYA PerihalGendis Karya Sapardi Djoko Damono Kumpulan puisi Perihal Gendis karya Sapardi Djoko Damono yang dianalisis melalui pendekatan stilistika, yaitu puisi Percakapan di Luar Suara Riuh, Hening Gendis, Duduk di Teras Belakang Rumah Waktu Bulan Purnama, Langit-langit, Konon, dan Tak Perlu. ArticlePDF AvailableAbstractPuisi merupakan sebuah karya sastra yang mempunyai gaya bahasa menarik. Penggunaan bahasa dalam puisi sangat penting karena pemilihan gaya bahasa sangat diperhatikan oleh pembaca. Gaya bahasa yang terdapat pada kumpulan puisi Perahu Kertas sangat beraneka ragam. Penulis mengacu pada referensi buku Gorys Keraf mengenai diksi dan gaya bahasa. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Metode yang digunakan adalah deskriptif analisis yang artinya data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka setelah itu dilakukan analisis. Dari buku kumpulan puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono berhasil ditemukan gaya bahasa retoris diantaranya aliterasi ditunjukkan dengan keempat kutipan, lalu asonansi empat kutipan, anastrof dengan dua kutipan, asyndeton juga memiliki dua kutipan, polisendeton satu kutipan, ellipsis ada dua kutipan, histeron proteron satu kutipan, pleonasme satu, dan hiperbola memiliki dua kutipan. Dalam buku puisi ini juga ditemukan gaya bahasa kiasan yaitu persamaan atau simile ditunjukkan dengan sebuah kutipan, lalu metafora ada satu kutipan, dan personofikasi ditemukan tiga kutipan. Dari seluruh penemuan ini dapat disimpulkan bahwa buku puisi ini didominasi oleh gaya bahasa retoris, karena terdapat sembilan jenis, sedangkan gaya bahasa kiasan hanya ditunjukkan dalam tiga jenis. Dari sembilan jenis gaya bahasa retoris aliterasi dan asonansi adalah yang paling banyak muncul yaitu masing-masing empat kalimat Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Volume 1 Nomor 1 November 2021 E-ISSN 9999-999x DOI 8 Jurnal Bahasa& Sastra IndonesiaAnalisis Gaya Bahasa Kumpulan Puisi Perahu Kertas Karya Sapardi Djoko Damono Riza Irayani Saragih1 Intan Maulina2 Arif Yuandana Sinaga3 Afiliation Universitas Efarina1,2,3 Corresponding email rizasaragih25 Histori Naskah Submit 2021-11-03 Accepted 2021-11-05 Published 2021-11-15 This is an Creative Commons License This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial International License Puisi merupakan sebuah karya sastra yang mempunyai gaya bahasa menarik. Penggunaan bahasa dalam puisi sangat penting karena pemilihan gaya bahasa sangat diperhatikan oleh pembaca. Gaya bahasa yang terdapat pada kumpulan puisi Perahu Kertas sangat beraneka ragam. Penulis mengacu pada referensi buku Gorys Keraf mengenai diksi dan gaya bahasa. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Metode yang digunakan adalah deskriptif analisis yang artinya data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka setelah itu dilakukan analisis. Dari buku kumpulan puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono berhasil ditemukan gaya bahasa retoris diantaranya aliterasi ditunjukkan dengan keempat kutipan, lalu asonansi empat kutipan, anastrof dengan dua kutipan, asyndeton juga memiliki dua kutipan, polisendeton satu kutipan, ellipsis ada dua kutipan, histeron proteron satu kutipan, pleonasme satu, dan hiperbola memiliki dua kutipan. Dalam buku puisi ini juga ditemukan gaya bahasa kiasan yaitu persamaan atau simile ditunjukkan dengan sebuah kutipan, lalu metafora ada satu kutipan, dan personofikasi ditemukan tiga kutipan. Dari seluruh penemuan ini dapat disimpulkan bahwa buku puisi ini didominasi oleh gaya bahasa retoris, karena terdapat sembilan jenis, sedangkan gaya bahasa kiasan hanya ditunjukkan dalam tiga jenis. Dari sembilan jenis gaya bahasa retoris aliterasi dan asonansi adalah yang paling banyak muncul yaitu masing-masing empat kalimat. . Kata kunci Gaya Bahasa, Puisi, Perahu Kertas, Sapardi Djoko Damono. Pendahuluan Puisi merupakan suatu karya sastra berupa ungkapan perasaan penulis yang dituangkan ke dalam bentuk tulisan dengan kata-kata yang indah dan penuh makna. Puisi itu mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan, merangsang imajinasi pancaindera dalam susunan yang berirama. Semua itu merupakan sesuatu yang penting, yang direkam dan diekspresikan dengan memberi kesan menarik dan estetik dengan menggunakan bahasa yang khas. Bahasa yang khas tersebut biasa disebut dengan gaya bahasa. Puisi merupakan sebuah karya sastra yang mempunyai gaya bahasa menarik. Puisi umumnya berisi pesan atau ajaran moral tertentu yang ingin disampaikan kepada pembaca dalam bentuk bahasa yang memiliki makna. Penggunaan bahasa dalam puisi sangat penting karena pemilihan gaya bahasa sangat diperhatikan oleh pembaca. Pembaca sering kali sulit memaknai sebuah puisi. Oleh karena itu, banyak tahap yang harus dilalui untuk memahami makna puisi tersebut. Salah satunya dengan menganalisis unsur instrinsik puisi yaitu gaya bahasa. Volume 1 Nomor 1 November 2021 E-ISSN 9999-999x DOI 9 Jurnal Bahasa& Sastra IndonesiaGaya bahasa merupakan cara pengarang mengungkapkan pikiran atau gagasan melalui bahasa yang khas yang memperlihatkan jiwa atau kepribadian penulis atau penutur Keraf, 2010. Dengan gaya bahasa, penutur bermaksud menjadikan paparan bahasanya menarik, kaya, padat, jelas dan lebih mampu menekankan gagasan yang ingin disampaikan, menciptakan suasana tertentu dengan efek estetis. Efek estetik tersebut yang membuat karya sastra bernilai seni. Gaya bahasa yang terdapat pada kumpulan puisi Perahu Kertas sangat beraneka ragam. Penulis mengacu pada referensi buku Gorys Keraf mengenai diksi dan gaya bahasa. Keraf 2010 membagi persoalan gaya bahasa, yaitu gaya bahasa berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat, gaya bahasa berdasarkan nada yang terkandung di dalamnya, dan gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna. Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna, yaitu apakah acuan yang dipakai masih mempertahankan makna denotatifnya atau sudah ada penyimpangan makna. Bila acuan yang digunakan itu masih mempertahankan makna dasar, maka bahasa itu masih bersifat polos. Tetapi, bila sudah ada perubahan makna, berupa makna konotatifnya atau sudah menyimpang jauh dari makna denotatifnya, maka acuan itu sudah memiliki gaya bahasa. Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna biasa disebut sebagai trope atau figure of spech. Istilah trope brarti “pembalikan” atau “penyimpangan”. Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna dibagi atas dua kelompok yaitu gaya bahasa retoris, yang semata-mata merupakan penyimpangan dan kontruksi biasa untuk mencapai efek tertentu, dan gaya bahasa kiasan yang merupakan penyimpangan yang lebih jauh, khususnya dalam bidang makna. Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna ini banyak kita jumpai pada puisi-puisi karya Sapardi Djoko Damono atau yang biasa dipanggil dengan singkatan SDD. Puisi Karya Sapardi Djoko Damono terkenal dengan gaya bahasanya yang sederhana namun penuh dengan makna kehidupan. Ia banyak menerima penghargaan. Pada tahun 1989, SDD mendapatkan anugerah SEA Write Award. Ia juga menerima penghargaan Achmad Bakrie pada tahun 2003. Selain itu, gaya bahasa yang digunakan Sapardi untuk menyatakan sesuatu dengan tidak biasa sehingga akan memberikan kesan kemurnian, kelembutan, keindahan, kadang-kadang mengejutkan. Kesan yang demikian, misalnya dapat kita rasakan ketika membaca kumpulan puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono. Penggunaan gaya bahasa dalam puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono dinilai sangat menarik untuk diteliti. Penggunaan gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan memberikan nilai-nilai estetis serta perbandingan terhadap karya sastra satu dengan yang lain untuk dibaca dan dipahami maknanya. Gaya bahasa merupakan pemanfaatan atas kekayaan bahasa seseorang dalam bertutur dan menulis, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek tertentu serta keseluruhan ciri bahasa. Dengan demikian, untuk memahami dan menginterpretasi sebuah karya sastra pengkajian dan penelitian tersebut harus dilakukan secara maksimal Pradopo, 2013 54. Contohnya pada salah satu puisi dalam kumpulan puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono yang berjudul Yang Fana Adalah Waktu. Yang fana adalah waktu. Kita abadi Memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga sampai pada suatu hari Volume 1 Nomor 1 November 2021 E-ISSN 9999-999x DOI 10 Jurnal Bahasa& Sastra Indonesiakita lupa untuk apa. “Tapi, Yang fana adalah waktu, bukan?” Tanyamu. Kita abadi. Pada puisi diatas mengandung gaya bahasa kiasan yang diantaranya simile dan metafora. Metafora merupakan gaya bahasa yang membandingkan sesuatu secara langsung. Hal itu bisa kita lihat pada baris puisi Yang fana adalah waktu. Kita abadi Pada baris tersebut tampak bahwa “waktu” merupakan yang fana dibandingkan dengan “kita” yang abadi. Padahal keduanya sangat bertentangan dengan seharusnya. Sedangkan gaya bahasa simile merupakan gaya bahasa yang membandingkan dua hal atau lebih yang hakikatnya berbeda, tetapi dianggap mengandung segi yang serupa. Hal ini dapat kita lihat pada kata “seperti” digunakan untuk membandingkan antara “detik” yang serupa dengan “bunga” yang sebenarnya keduanya tidak memiliki hubungan. Kedua penggunaan gaya bahasa tersebut berusaha membandingkan sesuatu secara langsung baik itu sama atau tidak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada kumpulan puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono yang berjudul Yang Fana Adalah Waktu terdapat dua penggunaan gaya bahasa dalam satu puisi yaitu gaya bahasa metafora dan simile. Gaya bahasa merupakan metode terdekat yang dapat ditempuh oleh pembaca dalam memaknai suatu puisi, gaya bahasa merupakan salah satu sarana penyair untuk menyampaikan sesuatu dengan cara pengiasan bahasa secara tidak langsung dalam mengungkapkan makna. Tapi di era sekarang ini pembaca lebih sering fokus pada cerita dan keindahan kata-kata dalam sebuah karya sastra, tanpa memperhatikan jenis atau gaya bahasa yang digunakan pengarang dalam karya sastra tersebut. Hal ini menyebabkan pesan yang ingin disampaikan pengarang karya sastra kepada pembaca kurang tersampaikan. Kurangnya perhatian pembaca pada jenis dan gaya bahasa dalam sebuah karya sastra terutama puisi, itulah yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti gaya bahasa yang digunakan Sapardi Djoko Damono dalam kumpulan puisi Perahu Kertas. Penelitian mengenai gaya bahasa pada Kumpulan Puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono bertujuan untuk mendeskripsikan gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan yang terdapat dalam kumpulan puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono dan untuk mengetahui gaya bahasa apa yang paling dominan dalam kumpulan puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono. Studi Literatur Gaya bahasa merupakan cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis atau pemakai bahasa Keraf, 2010 112. Gaya bahasa adalah bahasa indah yang dipergunakan untuk meningkatkan dengaan jalan memperkenalkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum Tarigan, 2013 4. Gaya bahasa merupakan susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul atau hidup dalam hati penulis, yang menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca Pradopo, 2009 93. Gaya bahasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan pemanfaatan atau kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis; pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek tertentu; keseluruhan ciri-ciri bahasa sekelompok penulis sastra; cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk Volume 1 Nomor 1 November 2021 E-ISSN 9999-999x DOI 11 Jurnal Bahasa& Sastra Indonesiatulis atau lisan Depdikbud, 1995 297. Jika melihat gaya secara umum, dapat dikatakan bahwa gaya bahasa adalah cara mengungkapkan diri sendiri, melalui kegiatan berbahasa, beretika, berinteraksi, berpakaian dan sebagainya. Sementara dilihat dari segi bahasa, gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa. Menurut Abrams dalam Susiati 2020 7 gaya bahasa adalah cara pengucapan bahasa dalam prosa atau bagaimana seseorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakan. Dengan gaya bahasa, penutur bermaksud menjadikan paparan bahasanya menarik, kaya, padat, jelas dan lebih mampu menekankan gagasan yang ingin disampaikan, menciptakan suasana tertentu dan menampilkan efek estetis. Efek estetis tersebutlah yang membuat karya sastra bernilai seni. Gaya bahasa yang digunakan oleh penulis pada hakikatnya adalah cara menggunakan bahasa yang setepat-tepatnya untuk melukiskan perasaan dan pikiran penulis yang berbeda dari corak bahasa sehari-hari. Gaya bahasa dapat menilai pribadi seseorang, watak, dan kemampuan seseorang yang mempergunakan bahasa itu sendiri. Semakin baik gaya bahasanya, semakin baik pula penilaian orang terhadapnya, semakin buruk gaya bahasa seseorang, semakin buruk pula penilaian diberikan kepadanya. Dari berbagai pengertian gaya bahasa yang sudah disebutkan, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa merupakan suatu gaya penulisan seseorang dengan menggunakan kata-kata yang khas yang pada umumnya sebagai pengungkapan perasaan, ide, dan gagasan penulis. Berbicara tentang masalah gaya, tidak lepas dari 1 masalah media berupa kata dan kalimat, 2 masalah hubungan gaya baik dengan kandungan makna dan nuansa keindahanya, serta 3 seluk beluk ekspresi pengarang sendiri yang akan berhubungan erat dengan masalah individual kepengarangan maupun konteks sosial masyarakat yang melatarbelakanginya Aminuddin 2011 72. Dari pernyataan tersebut gaya bahasa juga tidak terlepas dari fungsinya yaitu sebagai alat untuk meyakinkan atau mempengaruhi pembaca atau pendengar. Gaya bahasa juga berkaitan dengan situasi dan suasana pengarang. Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa fungsi gaya bahasa dalam karya sastra sebagai alat untuk a. Meningkatkan selera, artinya dapat meningkatkan minat pembaca/ pendengar untuk mengikuti apa yang disampaikan pengarang/ pembicara. b. Mempengaruhi atau meyakinkan pembaca atau pendengar, artinya dapat membuat pembaca semakin yakin dan mantap terhadap apa yang disampaikan pengarang/pembicara. c. Menciptakan keadaan perasaan hati tertentu, artinya dapat membawa pembaca hanyut dalam suasana hati tertentu, seperti kesan baik atau buruk, perasaan senang atau tidak senang, benci dan sebagainya setelah menangkap apa yang dikemukakan pengarang. d. Memperkuat efek terhadap aggasan, yakni dapat membuat pembaca terkesan oleh gagasan yang disampaikan pengarang dalam karyanya. e. Secara lebih ringkas fungsi gaya bahasa adalah sebagai efek estetika dalam puisi sehingga lebih menarik, memperkuat gagasan, dan meningkatkan selera pembaca. Bahasa kias atau figure of speech adalah bahasa indah yang digunakan untuk meninggikan dengan jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu benda atau hal lain yang lebih umum Tarigan, 2013 112. Gaya bahasa kiasan ini dibentuk berdasarkan perbandingan atau persamaan, membandingkan sesuatu dengan sesuatu hal lain, dan menemukan ciri-ciri yang menunjukkan persamaan antara kedua hal tersebut. Bahasa kiasan memiliki dua perbandingan, yaitu termasuk dalam gaya bahasa yang polos atau langsung, Volume 1 Nomor 1 November 2021 E-ISSN 9999-999x DOI 12 Jurnal Bahasa& Sastra Indonesiadan perbandingan yang termasuk dalam gaya bahasa kiasan. Gaya bahasa kiasan adalah penyimpangan yang lebih jauh, khususnya dalam bidang makna Keraf, 2010 129. Altenbernd melalui Pradopo 2009 7 mendefenisikan puisi sebagai pendramaan pengalaman yang bersifat penafsiran menafsirkan dalam bahasa berirama bermetrum. Unsur-unsur puisi terdiri dari emosi, imajinasi, pemikiran, ide, nada, irama, kesan pancaindera, susunan kata, kata-kata kiasan, kepadatan, dan perasaan yang bercampur baur Shanon Ahmad melalui Pradopo, 2009 7. Dapat disimpulkan ada tiga unsur pokok. Pertama, hal yang meliputi pemikiran, ide atau emosi; kedua, bentuknya; dan ketiga ialah kesanya. Semua itu terungkap dengan media bahasa Pradopo, 2009 7. Menurut Wiyatmi 2006 57, unsur-unsur puisi meliputi bunyi, diksi, bahasa kiasan, citraan, sarana retorika, bentuk visual, dan makna. Lebih lanjut, Jabrohim dkk 2003 33 membagi unsur puisi menjadi dua, yakni 1 unsur bentuk yang dapat disebut sebagai struktur fisik, unsur tersebut antara lain diksi, pengimajian, kata konkret, kiasan, rima dan ritme, serta tipografi. 2 Unsur isi dapat pula disebut sebagai struktur batin yang terdiri atas tema, nada, perasaan, dan amanat. Penelitian relevan yang pertama oleh Tri Windusari dalam penelitian berjudul “Gaya Bahasa pada Kumpulan Puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Dampno dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah Menengah Pertama”. Dalam kesimpulanya gaya bahasa yang digunakan dalam kumpulan puisi Hujan Bulan Juni antara lain Gaya bahasa perbandingan sebanyak 60 gaya bahasa yang meliputi 3 gaya bahasa perumpamaan, 18 gaya bahasa metafora, 30 gaya bahasa personifikasi dan 9 gaya bahasa alegori; gaya bahasa pertentangan sebanyak 20 gaya bahasa yang meliputi 11 gaya bahasa hiperbola, 1 gaya bahasa litotes, 5 gaya bahasa paradox, 1 gaya bahasa klimaks, 1 gaya bahasa antiklimaks, dan 1 gaya bahasa hipalase; gaya bahasa pertautan sebanyak 21 gaya bahasa yang meliputi 3 gaya bahasa aliterasi, 2 gaya bahasa asonansi, 1 gaya bahasa epizokies, 7 gaya bahasa anaphora, 6 gaya bahasa mesodiplosis, dan 2 gaya bahasa epanalepis. Tri Windusari menggunakan meode deskriptif analisis dalam penelitianya dengan teknik pengumpulan data yaitu teknik observasi dan dokumentasi. Penelitian relevan yang ketiga oleh Fitria Agustina, Antonius Totok Priyadi dan Abdussamad dalam bentuk jurnal yang berdulul “Analisis Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna pada Kumpulan Cerpen Pak Tungkor Karya Mariyadi”. Dalam kesimpulanya dari kumpulan Cerpen Pak Tungkor ada 11 judul cerpen, dan peneliti menemukan 7 gaya bahasa retoris. Ketujuh gaya bahasa tersebut yaitu 105 gaya bahasa aliterasi, 48 gaya bahasa asonansi, 8 gaya bahasa asidenton, 1 gaya bahasa ellipsis 12 gaya bahasa eufemismus, 17 gaya bahasa perifarasis dan 5 gaya bahasa hiperbola. Peneliti menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan struktural. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Sesuai dengan pendapat Meleong 2010 6 penelitian kulaitatif adalah penelitian yang bermaksud memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain, secara holistic, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan sebagai metode ilmiah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis. Metode deskriptif analisis artinya adalah data dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka setelah itu dilakukan analisis. Menurut Ratna 2010 53 metode deskriptif analisis dilakukan dengan cara mengumpulkan fakta- Volume 1 Nomor 1 November 2021 E-ISSN 9999-999x DOI 13 Jurnal Bahasa& Sastra Indonesiafakta dan kemudian disusul dengan analisis. Metode deskriptif juga disebut sebagai metode yang menguraikan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan yaitu dengan mengumpulkan data, mengklasifikasikan dan menginterprestasikan data tentang analisis gaya bahasa dalam kumpulan puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono. Hasil Dari buku kumpulan puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono berhasil ditemukan beberapa gaya bahasa retoris diantaranya aliterasi ditunjukkan dengan keempat kutipan, lalu asonansi empat kutipan, anastrof dengan dua kutipan, asyndeton juga memiliki dua kutipan, polisendeton satu kutipan, ellipsis ada dua kutipan, histeron proteron satu kutipan, pleonasme satu, dan hiperbola memiliki dua kutipan. Selain gaya bahasa retoris dalam buku puisi ini juga ditemukan gaya bahasa kiasan yaitu persamaan atau simile ditunjukkan dengan sebuah kutipan, lalu metafora ada satu kutipan, dan personofikasi ditemukan tiga kutipan. Pembahasan Bentuk gaya bahasa dalam kumpulan puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono berdasarkan langsung tidaknya makna yaitu, 1 gaya bahasa retoris dan 2 gaya bahasa kiasan. Berikut pemaparanya Analisis Gaya Bahasa Retoris Adapun bentuk gaya bahasa retoris yang diperoleh dari hasil analisis kumpulan puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono yaitu a. Aliterasi Aliterasi adalah gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama dalam baris-baris puisi. Penggunaan gaya bahasaaliterasi ini ditemukan dalam puisi “Kuterka Gerimis”, “Tuan”, “Kukirimkan Padamu” dan “Tekukur”. Penggunaan gaya bahasa alitersi pada puisi “Kuterka Gerimis”. Data 01 Seperti nanah yang meleleh Dari ujung-ujung jarum Jam dinding Sapardi, 2018 11 Kutipan puisi di atas menunjukkan gaya bahasa aliterasi. Hal itu tampak pada baris kedua terdapat pengulangan konsonan yang sama yaitu konsonan /g/ dan /m/ pada kata “ujung-ujung”, “jarum”, dan “jam”. Selain itu, pada baris kedua juga terdapat pengulangan konsonan yang sama yaitu konsonan /j/ pada kata “jarum” dan “jam”. Pengulangan konsonan yang sama pada kata-kata dalam penggalan puisi pengarang dimaksudkan untuk menghadirkan efek estetis sebagai unsur perhiasan atau unsur penekanan. Volume 1 Nomor 1 November 2021 E-ISSN 9999-999x DOI 14 Jurnal Bahasa& Sastra IndonesiaPenggunaan gaya bahasa aliterasi pada puisi “Tuan” terdapat pada baris pertama. Data 02 Tuan Tuhan, bukan? Tunggu sebentar, Sapardi, 2018 33 Kutipan puisi di atas menunjukkan gaya bahasa aliterasi. Hal itu tampak pada pengulangan konsonan /n/ pada kata “Tuan”, “Tuhan” dan “bukan”. Pengulangan konsonan tersebut bertujuan untuk memberikan efek penekanan yang indah dalam puisi tersebut. Penggunaan gaya bahasa aliterasi pada puisi “Kukirimkan Padamu” terdapat pada kutipan berikut. Data 03 Dan bunga-bunga, bangku dan beberapa Oran tua, burung-burung merpati Sapardi, 2018 13 Kutipan puisi di atas menunjukkan gaya bahasa aliterasi. Hal itu tampak pada pengulangan konsonan /b/ pada kata “bunga-bunga”, “bangku”, “beberapa”, dan “burung-burung”. Pengulangan konsonan tersebut bertujuan untuk memberikan efek penekanan yang indah dalam puisi tersebut. Penggunaan gaya bahasa aliterasi pada puisi “Tekukur” terdapat pada kutipan berikut. Data 04 sambar-menyambar sebentar, lalu bersandar pada daun-daun rumput Sapardi, 2018 71 Kutipan puisi diatas menunjukkan gaya bahasa aliterasi. Hal itu tampak pada pengulangan konsonan /r/ pada kata “sambar”, “menyambar”, “sebentar”, “bersandar” dan “rumput”. Pengulangan konsonan yang sama pada kata-kata dalam penggalan puisi pengarang dimaksudkan untuk menghadirkan efek estetis sebagai unsur perhiasan atau unsur penekanan. b. Asonansi Asonansi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan bunyi vokal yang sama. Penggunaan gaya bahasa aliterasi ini ditemukan dalam puisi “Kukirimkan Padamu”, “Akulah Si Telaga”, “Tuan” dan “Tajam Hujanmu”. Penggunaan gaya bahasa asonansi pada puisi “Kukirimkan Padamu” terdapat pada baris ketiga. Data 05 Dan bunga-bunga, bangku dan beberapa orang tua, burung-burung merpati Volume 1 Nomor 1 November 2021 E-ISSN 9999-999x DOI 15 Jurnal Bahasa& Sastra IndonesiaSapardi, 2018 13 Kutipan puisi di atas, menunjukkan penggunaan gaya bahasa asonansi. Hal tersebut dapat dilihat pada pengulangan bunyi vocal /a/ dalam kata dan’, bunga-bunga’, bangku’, beberapa’, orang’ dan tua’. Kemudian terdapat juga pengulangan bunyi vokal /u/ dalam kata bunga-bunga’, bangku’, tua’ dan burung-burung’. Pengulangan bunyi vokal yang sama dalam penggalan puisi tersebut dimaksudkan untuk menambah kesan estetis atau efek penekanan dalam puisi. Penggunaan gaya bahasa asonansi pada puisi “Akulah Si Telaga” terdapat pada kutipan puisi berikut. Data 06 Akulah si telaga berlayar diatasnya; Berlayar menyibakkan riak-riak kecil yang Menggerak-gerakkan bunga-bunga padma Sapardi, 2018 15 Kutipan puisi di atas menunjukkan penggunaan gaya bahasa asonansi. Hal tersebut dapat dilihat pada pengulangan bunyi vocal /a/. Pengulangan bunyi vokal yang sama dalam penggalan puisi tersebut dimaksudkan untuk menambah kesan estetis atau efek penekanan dalam puisi. Penggunaan gaya bahasa asonansi pada puisi “Tuan” terdapat pada baris pertama. Data 07 Tuan, Tuhan, bukan? Sapardi, 2018 33 Kutipan puisi di atas menunjukkan penggunaan gaya bahasa asonansi. Hal tersebut dapat dilihat pada pengulangan bunyi vokal /u/ dan /a/ dalam kata Tuan’, Tuhan’ dan bukan’. Pengulangan bunyi vokal yang sama dalam penggalan puisi tersebut dimaksudkan untuk menambah kesan estetis atau efek penekanan dalam puisi. Penggunaan gaya bahasa asonansi pada puisi “Tajam Hujanmu” terdapat pada kutipan berikut. Data 08 Tajam hujanmu Ini sudah terlanjur mencintaimu Deras dinginmu Sembilu hujanmu Sapardi, 2018 43 Kutipan puisi di atas menunjukkan penggunaan gaya bahasa asonansi. Hal tersebut dapat dilihat pada pengulangan bunyi vokal /u/ pada kata “hujanmu”, “sudah”, “mencintaimu” dan “dinginmu”. Volume 1 Nomor 1 November 2021 E-ISSN 9999-999x DOI 16 Jurnal Bahasa& Sastra IndonesiaPengulangan bunyi vokal yang sama dalam penggalan puisi tersebut dimaksudkan untuk menambah kesan estetis atau efek penekanan dalam puisi. c. Anastrof Anastrof atau inversi adalah semacam gaya bahasa retoris yang diperoleh dengan pembalikan susunan kata yang biasa dalam kalimat. Penggunaan gaya bahasa anastrof ini ditemukan pada puisi “Akulah Si Telaga”dan “Pesta”. Penggunaan gaya bahasa anastrof pada puisi “Akulah Si Telaga” terdapat pada baris ke-enam. Data 09 Perahumu biar aku saja yang menjaganya Sapardi, 2018 15 Kutipan puisi di atas, menunjukkan gaya bahasa anastrof. Hal ini dapat dilihat pada kutipan puisi tersebut, terdapat pembalikkan susunan kata-kata yaitu penempatan kata “perahumu” sebagai objek seharusnya berada diakhir kalimat. Selanjutnya frase “biar aku saja” sebagai subjek seharunya berada diawal baris. Pada frase “yang menjaganya” sebagai predikat seharusnya berada di tengah kalimat. Dalam hal ini kata ganti “nya” sebagai kata ganti orang seharusnya tidak perlu digunakan. Dengan demikian, susunan penempatan kata-kata tersebut jika mengikuti kaidah tata baku seharusnya seperti berikut ini “Biar aku saja yang menjaga perahumu” Berdasarkan hasil analisis di atas, dapat diketahui perbedaan antara struktur kalimat yang digunakan pada teks sastra dalam hal ini puisi dengan susunan teks nonsastra yang mengikuti kaidah tata bahasa baku. Penggunaan gaya bahasa anastrof puisi “Pesta” terdapat pada baris ke-enam. Data 10 Di sumur itu, si Pembunuh membasuh muka, tangan, dan kakinya Sapardi, 2018 17 Kutipan puisi di atas, menunjukkan gaya bahasa anastrof. Hal ini dapat dilihat pada kutipan puisi tersebut, terdapat pembalikkan susunan kata-kata yaitu penempatan kata “di sumur itu” sebagai keterangan tempat seharusnya berada diakhir kalimat. Selanjutnya frase “si Pembunuh” sebagai subjek seharunya berada diawal baris. Pada frase “membasuh” sebagai predikat berada di tengah kalimat dan kata “muka, tangan, dan kakinya” sebagai objek yang melengkapi predikat. Dengan demikian, susunan penempatan kata-kata tersebut jika mengikuti kaidah tata baku seharusnya seperti berikut ini “Si Pembunuh membasuh muka, tangan, dan kakinya di sumur itu”. Berdasarkan hasil analisis di atas, dapat diketahui perbedaan antara struktur kalimat yang digunakan pada teks sastra dalam hal ini puisi dengan susunan teks nonsastra yang mengikuti kaidah tata bahasa baku. d. Asindeton Asindeton adalah suatu gaya yang bersifat padat dan mampat beberapa kata, frasa, atau klausa yang sederajat namun tidak dihubungkan dengan kata sambung. Penggunaan gaya bahasa asidenton ini ditemukan pada puisi “Sudah Kutebak” dan “Kukirimkan Padamu”. Volume 1 Nomor 1 November 2021 E-ISSN 9999-999x DOI 17 Jurnal Bahasa& Sastra IndonesiaPenggunaan gaya bahasa asindeton pada puisi “Sudah Kutebak” terdapat pada baris keempat, kelima dan keenam. Data 11 Menggosok-gosokkan tubuh di karang-karang, Menyambar, berputar-putar membuat lingkaran, Menyambar, mabok membentur Sapardi, 2018 31 Kutipan puisi di atas, menunjukkan gaya bahasa asindeton. Hal ini dapat dilihat pada kutipan puisi tersebut yang tidak menggunakan kata sambung untuk menghubungkan kata yang satu dengan kata yang lainnya. Penulis menggunakan tanda koma untuk memisahkan frasa demi frasa. Hal itu digunakan penulis untuk menimbulkan efek keindahan dalam sebuah puisi. Penggunaan gaya bahasa asindeton pada puisi “Kukirimkan Padamu” terdapat pada baris pertama. Data 12 Kukirimkan padamu kartu pos bergambar, istriku, Sapardi, 2018 13 Kutipan puisi di atas, menunjukkan gaya bahasa asindeton. Kutipan di atas membuktikan gaya bahasa asindeton yang digunakan sebagai acuan serta dipisahkan dengan tanda koma. Gaya bahasa asindeton ini memisahkan kata bergambar dan istriku yang bersifat padat dan sederajat. e. Polisindeton Polisindeton adalah gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari asindeton. Kata, frasa, atau klausa dalam polisindeton yang berurutan dihubungkan satu sama lain dengan kata-kata sambung. Penggunaan gaya bahasa polisindeton ini ditemukan pada puisi “Kukirimkan Padamu”. Penggunaan gaya bahasa polisindeton pada puisi “Kukirimkan Padamu" terdapat pada penghgalan puisi berikut. Data 13 sebuah taman kota, rumputan dan bunga-bunga, bangku dan beberapa orang tua, burung-burung merpati dan langit yang entah Sapardi, 201813 Kutipan puisi di atas, menunjukkan gaya bahasa polisindeton. Hal ini dapat dilihat dari penggalan puisi tersebut yang menggunakan kata hubung “dan” untuk menghubungkan antara kata yang satu dengan yang lainnya. Hal tersebut dimaksudkan untuk menambah keindahan dari sebuah puisi. Volume 1 Nomor 1 November 2021 E-ISSN 9999-999x DOI 18 Jurnal Bahasa& Sastra Indonesiaf. Elipsis Elipsis adalah sejenis gaya bahasa yang menghilangkan kata yang berada didalamnya dan akan ditafsirkan masing-masing oleh mitra tuturnya. Penggunaan gaya bahasa ellipsis ini ditemukan pada puisi “Benih” dan “Angin 3”. Penggunaan gaya bahasa ellipsis pada puisi “Benih” terdapat pada penggalan puisi berikut. Data 14 Tetapi…,” Sita yang hamil itu tetap diam sejak semula, Sapardi, 2018 78 Penggunaan gaya bahasa elipsis ditunjukkan pada bagian rumpang yaitu tetapi... tujuan pengarang memberikan gaya bahasa elipsis yaitu untuk memanfaatkan imajinasi pembaca dalam memberikan pesan yang ingin disampaikan. Penggunaan gaya bahasa ellipsis pada puisi “Angin 3” terdapat pada penggalan puisi berikut. Data 15 Seandainya aku bukan…’ Tapi kau angin! Tapi kau Harus tak letih-letihnya beringsut dari sudut ke sudut kamar, menyusup di celah-celah jendela, Berkelabat di pundak bukit Sapardi, 2018 27 Penggunaan gaya bahasa elipsis ditunjukkan pada bagian rumpang yaitu Seandainya aku bukan...’ tujuan pengarang memberikan gaya bahasa elipsis yaitu untuk memanfaatkan imajinasi pembaca dalam memberikan pesan yang ingin disampaikan. g. Histeron Proteron Histeron proteron adalah semacam gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari sesuatu yang logis atau sesuatu yang wajar. Penggunaan gaya bahasa histeron proteron ini ditemukan pada puisi “Yang Fana Adalah Waktu”. Penggunaan gaya bahasa histeron proteron pada puisi “Yang Fana Adalah Waktu” terdapat pada penggalan puisi berikut. Data 16 Yang fana adalah waktu. Kita abadi Sapardi, 2018 35 Volume 1 Nomor 1 November 2021 E-ISSN 9999-999x DOI 19 Jurnal Bahasa& Sastra IndonesiaKutipan puisi di atas, menunjukkan gaya bahasa histeron proteron. Hal ini dapat dilihat pada kutipan “yang fana adalah waktu” dan “kita abadi” yang merupakan kebalikan dari sesuatu yang logis. Pada kenyataanya, yang fana adalah “kita” dan “waktu” adalah abadi. Penulis puisi membuat terbalik dengan kenyataan yang ada untuk menambah kesan estetis dalam sebuah puisi. h. Pleonasme Pleonasme acuan yang mempergunakan kata-kata lebih banyak daripada yang diperlakukan untuk menyatakan satu pikiran atau gagasan. Suatu acuan disebut pleonasme bila kata yang berlebihan itu dihilangkan, artinya tetap utuh. Penggunaan gaya bahasa pleonasme ini ditemukan pada puisi “Bunga 3”. Penggunaan gaya bahasa pleonasme pada puisi “Bunga 3” terdapat pada kutipan puisi berikut. Data 17 Lalu terdengar seperti gema “hai siapa gerangan yang Membawa pergi jasadku?” Sapardi, 2018 7 Kutipan tersebut menggunakan gaya bahasa pleonasme. Hal ini dapat dilihat dari kutipan “terdengar seperti gema” yang merupakan bentuk penggunaan kata-kata berlebihan. Kata yang yang berlebihan tersebut apabila dihilangkan, artinya tetap utuh. Dalam hal ini kata “terdengar” mengacu pada suara atau bunyi, begitu pula dengan “gema” mengacu pada suara atau bunyi. Dengan demikian, apabila kata “gema” dihilangkan, maka kutipan “lalu terdengar, “hai siapa gerangan yang membawa pergi jasadku?”” masih memiliki arti yang utuh. Penggunaan gaya bahasa tersebut dimaksudkan untuk memberikan efek ketertarikan pembaca atau pendengar terhadap puisi tersebut. i. Hiperbola Hiperbola adalah gaya bahasa yang mempergunakan kata terlalu berlebihan dari fakta yang sebenarnya. Penggunaan gaya bahasa hiperbola ditemukan pada puisi “Puisi Cat Cair untuk Rizki” yang terdapat pada kutipan berikut. Data 18 “jangan brisik, mengganggu hujan!” Sapardi,2018 39 Kutipan puisi di atas, menunjukkan penggunaan gaya bahasa hiperbola. Hal ini dapat dilihat pada kutipan “jangan berbisik, mengganggu hujan” merupakan pernyataan yang berlebihan dengan membesar-besarkan sesuatu. Pernyataan “jangan berbisik, mengganggu hujan” tidak dapat diterima oleh akal sehat karena, bentuk pernyataan tersebut digunakan hanya untuk menimbulkan efek yang mendalam terhadap sebuah puisi. Penggunaan gaya bahasa hiperbola ditemukan pada puisi “Pesan” yang terdapat pada kutipan berikut. Volume 1 Nomor 1 November 2021 E-ISSN 9999-999x DOI 20 Jurnal Bahasa& Sastra IndonesiaData 19 bahwa memang kebetulan jantungku tertembus anak panahnya. Sapardi, 2018 73 Kutipan puisi di atas menumjukkan penggunaan gaya bahasa hiperbola pada larik “Bahwa memang kebetulan jantungku tertembus anak panahnya”, yang memiliki makna peristiwa yang mencekam dengan tertembus anak panah dijantungnya. Kalimat bahwa memang kebetulan jantungku tertembus anak panahnya memiliki kesan yang melebih-lebihkan yang terdapat pada data bahwa memang kebetulan jantungku tertembus anak panahnya. Pada dasarnya perkatan tersebut terlalu membesar-besarkan peristiwa yang terjadi pada saat itu. Analisis Gaya Bahasa Kiasan Adapun bentuk gaya bahasa retoris yang diperoleh dari hasil analisis kumpulan puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono yaitu a. Persamaan atau Simile Persamaan atau simile adalah bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal lain yang mempergunakan kata-kata pembanding bak, bagai, sebagai, semisal, seumpama, laksana sepantun, penaka, se, dan kata-kata pembanding lain. Penggunaan gaya bahasa hiperbola ditemukan pada puisi “Kuterka Gerimis” terdapat pada kutipan berikut. Data seperti nanah yang meleleh dari ujung-ujung jarum jam dinding yang berhimpit ke atas itu seperti badai rintik-rintik yang di luar itu Sapardi, 2018 11 Kutipan puisi di atas, menunjukkan gaya bahasa persamaan atau simile. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan “seperti nanah yang melelh dari ujung-ujung jarum jam dinding” dan “seperti badai rintik-rintik di luar itu” merupakan sesuatu yang disamakan oleh penulis yang sebenarnya tidak sama, tapi dianggap sama oleh penulis puisi tersebut. Persamaan itu dinyatakan dengan penggunaan kata “seperti” sebagai penanda gaya bahasa persamaan atau simile. Persamaan atau simile digunakan untuk menunjukkan suatu kesamaan antara kedua hal tersebut, yang sebenarnya tidak sama. b. Metafora Metafora adalah gaya bahasa yang membandingkan sesuatu dengan hal lain dan tidak menggunakan kata hubung atau kata pembanding. Volume 1 Nomor 1 November 2021 E-ISSN 9999-999x DOI 21 Jurnal Bahasa& Sastra IndonesiaPenggunaan gaya bahasa metafora ditemukan pada puisi “Hatiku Selembar Daun” yang terdapat pada kutipan berikut. Data Hatiku selembar daun melayang jatuh di rumput Sapardi, 2018 67 Kutipan puisi di atas, menunjukkan penggunaan gaya bahasa metafora. Hal ini dapat dilihat pada kutipan “hatiku selembar daun” dimana dalam teks puisi tersebut bukan untuk menyatakan maksud “hatinya adalah selembar daun”, melainkan untuk menggambarkan bahwa “hatinya seperti sebuah daun yang mudah rapuh”. c. Personifikasi Personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan. Penggunaan gaya bahasa personifikasi ditemukan pada puisi “Bunga, 1” terdapat pada kutipan berikut. Data Bahkan bunga rumput itu pun berdusta. Sapardi, 2018 3 Kutipan puisi di atas menunjukkan penggunaan gaya bahasa personifikasi. Hal ini dapat dilihat dari kutipan “bahkan bunga rumput itu pun berdusta”. “Bunga rumput” dikiaskan oleh gaya bahasa personifikasi yang seolah-olah bunga layaknya manusia yang dapat berdusta. Padahal makna secara harfiah bunga adalah sebuah tumbuhan yang elok warnanya. Selain itu, personifikasi ditemukan pada data sebagai berikut. Data cuaca berdenyut ketika nampak sekawanan gagak terbang berputar-putar di atas padang itu; Sapardi, 2018 3 Kutipan puisi di atas menunjukkan penggunaan gaya bahasa personifikasi. Hal ini dapat dilihat dari kutipan “cuaca berdenyut ketika nampak sekawanan gagak”. Dari kutipan tersebut menunjukkan bahwa “siang” seolah-olah berdenyut. Makna secara harfiah, Siang adalah bagian hari yang terang dari matahari terbit hingga matahari tenggelam. Siang mengiaskan berdenyut dengan seolah-olah hidup dalam denyutan nadi seperti layaknya manusia. Hal ini yang menunjukkan adanya bentuk gaya bahasa kiasan personifikasi yang mengiaskan Siang sebagai layaknya manusia yang memiliki nadi untuk berdenyut layaknya manusia hidup. Volume 1 Nomor 1 November 2021 E-ISSN 9999-999x DOI 22 Jurnal Bahasa& Sastra IndonesiaKesimpulan Terdapat sembilan gaya bahasa retoris dalam kumpulan buku puisi Sapardi Djoko Damono yang berjudul Perahu Kertas, yaitu aliterasi, asonansi, anastrof, asindeton, polisendeton, ellipsis, histeron proteron, pleonasme, dan hiperbola, tidak hanya itu gaya bahasa kiasan juga ditemukan dalam buku ini. Ada ada tiga gaya bahasa kiasan diantaranya yaitu persamaan atau simile, metafora, personifikasi. Masing-masing dari gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan memiliki kutipan masing-masing dan dari seluruh penemuan ini dapat disimpulkan bahwa buku puisi ini didominasi oleh gaya bahasa retoris, karena terdapat sembilan jenis, sedangkan gaya bahasa kiasan hanya ditunjukkan dalam tiga jenis. Dari sembilan jenis gaya bahasa retoris aliterasi dan asonansi adalah yang paling banyak muncul yaitu masing-masing empat kalimat. Ucapan Terima Kasih opsional Penulis menyadari bahwa dalam penulisan artikel ini masih sangat jauh dari kesempurnaan baik dari segi penyusunan bahasa maupun dari segi isinya. Maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritikan atau saran yang bersifat membangun. Penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh dosen Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Efarina yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan yang bermanfaat. Bapak dan Ibu yang telah sabar dan penuh kasih sayang mendidik, dan mendoakan dengan keikhlasan hati, memberikan semangat, dan mendampingi dalam menggapai cita-cita, juga keluarga dan semua pihak yang tidak mungkin disebutkan disebutkan satu per satu yang telah membantu menyelesaikan artikel ini. Referensi Agustina, Fitria, dkk. 2018. Analisi Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna Pada Kumpulan Cerpen Karya Mariyadi. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran. FKIP. Untan. Pontianak. Aminuddin. 2011. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung Sinar Baru Algesindo. Damono, Sapardi Djoko. 1983. Perahu Kertas. Jakarta PT Gramedia Pustaka Utama. Jabrohim, dkk. 2003. Cara Menulis Kreatif Puisi. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. Keraf, Gorys. 2010. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama. Meleong, Lexy J. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung PT Remaja Rosdakarya. Pradopo, Rachmat Djoko. 2012. Pengkajian Puisi. Yogyakarta Gajah Mada University Press. Ratna, Nyoman Kutha. 2010. Metodologi Penelitian Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humanira Pada Umumnya. Pustaka Pelajar Yogyakarta. Sayuti, Suminto A. 2002. Berkenalan dengan Puisi. Salatiga Widya Sari Press. Volume 1 Nomor 1 November 2021 E-ISSN 9999-999x DOI 23 Jurnal Bahasa& Sastra IndonesiaSusiati, S. 2020. Gaya Bahasa Secara Umum Dan Gaya Bahasa Pembungkus Pikiran. Univ. Iqra Buru, Maluku Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung Angkasa. Tarigan, Henry Guntur. 2013. Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung Angkasa. Windusari, Tri. 2014. Gaya Bahasa Kumpulan Puisi Hujan Bulan Juni Karya Sapardi Djoko Damono dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah Menengah Pertama. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta Wiyatmi. 2006. Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta Pustaka. ... This is because the language of poetry experiences deviations that are deliberately carried out by the author to create the aesthetics of poetry Ariana, 2016. The writer chooses the anthology of the poetry Perahu Kertas by Sapardi Djoko Damono as the object of this study because this poem describes human life that actually has passed or will pass but has not been given careful attention by humans Saragih et al., 2021. ...This study aims to describe the form and function of figurative language in the poetry anthology Perahu Kertas by Sapardi Djoko Damono, describe the form and function of images used in the anthology of poetry Perahu Kertas by Sapardi Djoko Damono, and explain the relationship of figurative language with images in the poetry anthology Perahu Kertas by Sapardi Djoko Damono. The analytical method used is descriptive semiotic analysis through heuristics and hermeneutic reading to uncover stylistic aspects and comparative analysis to explain the relationship between form and function of figurative language and imagery in the anthology of the poetry Perahu Kertas by Sapardi Djoko Damono. The results of the research based on data analysis revealed that the figurative language found is dominated by a limited number of figures of speech and idioms. It was found that the function of figure of speech was to create aesthetic effects and compare meaning. Also, the image data was found to be dominated by motion images with the function of reinforcing meaning to form imagery for the reader. The results also showed that there was a relationship between figurative language forms and imagery in the anthology of Perahu Kertas by Sapardi Djoko Damono.... Sastra dan bahasa juga diteliti sekaligus seperti penelitian yang menganalisis gaya bahasa kajian ilmu bahasa pada puisi kajian ilmu sastra Sinaga, 2022. Begitu juga keterampilan menulis dapat diteliti berdasarkan keterampilan menulis karya sastra . ...Nani SolihatiAde Hikmat Syarif HidayatullahIntegrasi Al-Islam Kemuhammadiyah AIK dalam kegiatan pembelajaran telah banyak dilakukan. Namun, integrasi AIK dalam pembelajaran bahasa Indonesia belum banyak dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan berbagai bentuk integrasi AIK dalam pembelajaran Bahasa Indonesia serta bagaimana persepsi mahasiswa terhadap integrasi tersebut. Penelitian ini menggunakan teknik observasi dan portofolio dengan melihat proses pembelajaran dan komponen pembelajaran. Untuk mengetahui respons mahasiswa terhadap temuan observasi dan portofolio tersebut, peneliti menyebarkan kuesioner kepada delapan mahasiswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa integrasi AIK dalam pembelajaran bahasa Indonesia dilakukan dalam aspek sikap dan pengetahuan. Mayoritas mahasiswa di setiap komponen kuesioner menjawab sangat setuju terhadap konsep-konsep Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna Pada Kumpulan Cerpen Karya MariyadiFitria AgustinaAgustina, Fitria, dkk. 2018. Analisi Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna Pada Kumpulan Cerpen Karya Mariyadi. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran. FKIP. Untan. Apresiasi Karya SastraAminuddinAminuddin. 2011. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung Sinar Baru dan Gaya Bahasa. Jakarta. PT Gramedia Pustaka UtamaGorys KerafKeraf, Gorys. 2010. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Penelitian Kualitatif. Bandung PT Remaja RosdakaryaLexy J MeleongMeleong, Lexy J. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung PT Remaja A SayutiSayuti, Suminto A. 2002. Berkenalan dengan Puisi. Salatiga Widya Sari Press. Jurnal Bahasa & Sast ra IndonesiaGaya Bahasa Secara Umum Dan Gaya Bahasa Pembungkus PikiranS SusiatiSusiati, S. 2020. Gaya Bahasa Secara Umum Dan Gaya Bahasa Pembungkus Pikiran. Univ. Iqra Buru, MalukuHenry TariganGunturTarigan, Henry Guntur. 2013. Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung 2006. Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta Pustaka. A Gaya Bahasa Kumpulan Puisi Melipat Jarak karya Sapardi Djoko Damono Kecenderungan gaya bahasa yang digunakan pada objek penelitian ini adalah menggunakan gaya bahasa perbandingan yang didominasi oleh gaya buku teks, dan beberapa kumpulan puisi Pak Sapardi untuk menumbuhkan kecintaan terhadap karya sastra, memperkenalkan penyair Indonesia Yang fana adalah waktu, kita abadi Dunia literasi Indonesia baru saja berduka atas meninggalnya sang penyair legendaris, Sapardi Djoko Damono. Pujangga kelahiran 20 Maret 1940 ini mengembuskan napas terakhirnya di usia 80 tahun, pada Minggu, 19 Juli 2020. Sosok panutan di bidang sastra ini tak hanya populer dalam negeri, tapi juga mancanegara. Karya-karyanya pun banyak diterjemahkan dan menuai berbagai penghargaan, baik dalam maupun luar negeri. Tak hanya sekadar puisi, lho, Sapardi juga menerbitkan deretan buku puisi, fiksi, dan menerjemahkan karya sastra sejak 1969. Karya-karyanya yang sudah berusia puluhan tahun pun masih selalu berhasil menyentuh hati para pencinta sastra. Mengenal Sosok Sapardi Djoko Damono5 Buku Terbaik Sapardi Djoko Damono1. Hujan Bulan Juni 2. Yang Fana Adalah Waktu3. Manuskrip Sajak Sapardi 4. Bilang Begini, Maksudnya Begitu5. Duka-Mu Abadi8Puisi Sapardi Djoko Damono Paling Populer Berikut Makna di Dalamnya1. Hujan Bulan Juni2. Aku Ingin3. Yang Fana Adalah Waktu 4. Hatiku Selembar Daun5. Pada Suatu Hari Nanti6. Kuhentikan Hujan7. Menjenguk Wajah Kolam8. Sajak Tafsir Mengenal Sosok Sapardi Djoko Damono Source Yuridespita Sebelum menyimak berbagai karya yang dikeluarkan oleh sang penyair legendaris satu ini, ada baiknya kamu berkenalan lebih dekat dengan sosok Sapardi Djoko Damono yang sangat menginspirasi ini. Selain penyair hebat, Sapardi juga dikenal sebagai pengamat, kritikus, sekaligus pakar sastra. Sapardi lahir di Surakarta pada tanggal 20 Maret 1940. Ia menghabiskan masa mudanya di kota tersebut hingga ia lulus SMA pada tahun 1958. Ternyata, Sapardi sudah hobi menulis sejak duduk di bangku sekolah. Ia juga sering menulis sejumlah karya dan mengirimkannya ke beberapa majalah. Baru setelah itu, ia melanjutkan pendidikan di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta dan menempuh kuliah di bidang Bahasa Inggris. Ia lalu memperdalam pengetahuan tentang humanities di University of Hawaii, Amerika Serikat pada tahun 1971. Source Pada tahun 1974, Sapardi mengajar di Fakultas Sastra kini dikenal dengan sebutan Fakultas Ilmu Budaya di Universitas Indonesia. Di tahun 1989, Sapardi memperoleh gelar doktor dalam ilmu sastra. lalu ia dikukuhkan menjadi guru besar di Fakultas Sastra, Universitas Indonesia. Sebagai seorang sastrawan, tak hanya rajin menulis dan menghasilkan karya, Sapardi juga seringkali menghadiri berbagai pertemuan sastrawan internasional di berbagai negara. Sebut saja Translation Workshop dan Poetry International di Belanda, Seminar on Literature and Social Change in Asia di Canberra, Festival Seni di Adelaide, Asean Poetry Centre di India, dan masih banyak lagi. Sebagai seorang penyair yang orisinil dan kreatif, selama masa hidupnya sebagai sastrawan, Sapardi telah mendapatkan banyak sekali penghargaan dan hadiah sastra atas prestasinya menulis puisi. Tahun 1963, ia mendapatkan hadiah atas puisinya yang berjudul Ballada Matinya Seorang Pemberontak. Lalu, pada tahun 1978, ia menerima penghargaan Culturan Award dari pemerintah Australia. Pada 1983, bukunya yang berjudul Sihir Hujan dari Malaysia juga mendapatkan hadiah Anuegerah Puisi Putera-Putera II. Kamu pasti familiar dengan karya Perahu Kertas, kan? Salah satu karya Sapardi paling sukses tersebut juga mendapat hadiah dari Dewan Kesenian Jakarta. Sapardi terus membuahkan prestasi dengan memperoleh banyak penghargaan dan hadiah dari tahun ke tahun. Terakhir, pada tahun 2012, Sapardi juga mendapat penghargaan dari Akademi Jakarta. 5 Buku Terbaik Sapardi Djoko Damono Source Sang sastrawan kebanggaan Indonesia ini terkenal akan puisinya yang sederhana, tapi penuh makna. Setiap larik puisinya seakan mengandung kisah yang tulus dan membuat hati terenyuh. Walau kepergiannya meninggalkan luka mendalam, sosoknya akan selalu dikenang dan karyanya akan selalu mewarnai hari-hari kita. Untuk mengenangnya, yuk, baca 5 buku puisi Sapardi terbaik untuk menemani harimu! 1. Hujan Bulan Juni Source “Hujan Bulan Juni” sudah pasti merupakan salah satu karya terbaik Sapardi Djoko Damono. “Hujan Bulan Juni” adalah salah satu novel trilogi ciptaannya yang paling banyak dicari. Novel ini menceritakan tentang manis-pahitnya kisah percintan Sarwono dan Pingkan. Kisahnya yang penuh makna tak hanya tersampaikan dalam tulisan, tapi juga diadaptasi ke layar lebar dalam judul yang sama pada 2017. Sebelum menjadi novel, “Hujan Bulan Juni” sudah terbit terlebih dahulu sebagai buku kumpulan puisi. Buku kumpulan puisi ini juga telah dialihbahasakan ke dalam empat bahasa, yaitu Inggris, Mandarin, Jepang, dan Arab. 2. Yang Fana Adalah Waktu Source “Yang Fana Adalah Waktu” merupakan bagian terakhir dari trilogi “Hujan Bulan Juni”. Di sinilah kisah Sarwono dan Pingkan usai setelah “Pingkan Melipat Jarak” yang terbit pada 2017. Novel yang terbit 2018 ini seakan menegaskan bahwa cinta Pingkan dan Sarwono kekal, yang fana hanya hanyalah waktu. Dalam novel ini pembaca juga mendapat bonus buku mini berjudul “Sajak-Sajak untuk Pingkan”. Peluncuran buku “Yang Fana Adalah Waktu” diiringi oleh pembacaan sajak oleh dirinya serta musikalisasi puisi oleh Arini Kumara, Tatyana Soebianto, dan Umar Muslim. Trilogi karya Sapardi ini pun menuai penghargaan dalam Anugerah Buku ASEAN 2018 di Malaysia. Karya sastranya yang fenomenal ini dinilai bermutu tinggi oleh para profesional. 3. Manuskrip Sajak Sapardi Source “Manuskrip Sajak Sapardi” lahir pada 2017 lalu dan disebut-sebut sebagai harta karun yang berharga. Dalam buku ini tersimpan corat-coret sajak Sapardi dari ketika di masa muda hingga dewasa. Dalam “Manuskrip Sajak Sapardi” kita bisa melihat sajak-sajak sang pujangga bagaikan “sketsa” sebelum menjadi buku. Kata-katanya spontan, mengalir apa adanya, dan tentu saja indah. Desain bukunya pun tampak seperti album kolase gambar yang terbagi dalam periode tahunan, dari 1958-1968, juga 1970-an. Sapardi pun berharap “manuskrip” ini bermanfaat untuk bahan studi dalam pembelajaran sastra. 4. Bilang Begini, Maksudnya Begitu Source Melalui buku “Bilang Begini Maksudnya Begitu”, Sapardi ingin mengajak pembaca yang belum dekat dengan sastra untuk lebih mengenalnya. Ia ingin pembaca lebih mengapresiasi puisi sebagaimana penyair yang membuatnya. Seperti yang kamu tahu, ya, banyak kiasan dan makna terpendam dalam setiap larik puisi. Lewat buku ini sang pujangga ingin mengajak pembaca untuk mengerti “gaya” yang penyair gunakan dalam berima. Untaian kata-katanya pun penuh makna dan indah. Sapardi juga mencantumkan contoh dan penjelasan agar pembaca mudah memahaminya. 5. Duka-Mu Abadi Source Pada 2017 lalu, Sapardi menerbitkan tujuh buku sekaligus yang terdiri atas satu novel dan enam kumpulan puisi. Bukan tanpa alasan, lho, Sapardi menerbitkan tujuh buku tersebut untuk merayakan ulang tahunnya yang ke-77 tahun kala itu. Novel “Pingkan Melipat Jarak” merupakan salah satu dari tujuh buku yang ia terbitkan. Enam buku kumpulan puisinya adalah “Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita”, “Namaku Sita”, “Ayat-Ayat Api”, “Kolam”, “Ada Berita Apa Hari Ini, Den Sastro?”, dan “Duka-Mu Abadi”. Buku “Duka-Mu Abadi” merupakan salah satu karya terbaik Sapardi yang paling banyak diburu. Isinya ada 43 karya puisi ciptaannya pada tahun 1967-1968. 8Puisi Sapardi Djoko Damono Paling Populer Berikut Makna di Dalamnya Source Selain karya bukunya di atas, Sapardi tetap tinggal di hati kita melalui puisi-puisinya. Untaian kata yang sudah tertulis puluhan tahun lalu pun terasa tak lekang oleh waktu. Seperti 8 puisi terbaik karya Sapardi Djoko Damono berikut ini 1. Hujan Bulan Juni Source Tak ada yang lebih tabahdari hujan bulan Junidirahasiakannya rintik rindunyakepada pohon berbunga itu. Tak ada yang lebih bijakdari hujan bulan Junidihapusnya jejak-jejak kakinyayang ragu-ragu di jalan itu. Tak ada yang lebih arifdari hujan bulan Junidibiarkannya yang tak terucapkandiserap akar pohon bunga itu. Kamu pasti familiar dengan karya puisi Sapardi Djoko Damono ini, kan? Saking terkenalnya, puisi indah satu ini sampai dijadikan film di tahun 2017 dengan judul yang sama. Film Hujan di Bulan Juni ini tayang di tahun 2017 lalu. 2. Aku Ingin Aku ingin mencintaimu dengan sederhanadengan kata yang tak sempat diucapkankayu kepada api yang menjadikannya abu. Aku ingin mencintaimu dengan sederhanadengan isyarat yang tak sempat disampaikanawan kepada hujan yang menjadikannya tiada. Puisi di atas diciptakan pada tahun 1989 yang menggambarkan sebuah kisah cinta luar biasa. Puisi ini memiliki makna pengorbanan yag begitu dalam yang digambarkan oleh sang penyair kepada orang yang dicintainya. Buat kamu yang sedang mencari puisi yang memiliki makna kasih tak sampai atau cinta yang bertepuk sebelah tangan, puisi indah ini adalah jawabannya. Duh, bikin sedih aja, deh! 3. Yang Fana Adalah Waktu Source Yang fana adalah waktu. Kita abadi memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa “Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” abadi. Puisi Sapardi Djoko Damono satu ini memiliki beberapa pesan tersirat. Ia mencoba mengingatkan manusia betapa pentingnya waktu yang kita miliki di dunia ini. Kesempatan dan waktu yang diberikan oleh Tuhan haruslah dimanfaatkan sebaik mungkin. 4. Hatiku Selembar Daun Source Hatiku selembar daunmelayang jatuh di rumput. Nanti dulu,biarkan aku sejenak terbaring di sini;ada yang masih ingin kupandang,yang selama ini senantiasa luput; Sesaat adalah abadisebelum kausapu tamanmu setiap pagi. Jika kamu membaca puisi ini berulang kali, pasti kamu mengerti bahwa ada makna yang sangat mendalam di balik puisi ini. Ternyata, puisi ini memiliki makna tersirat, sang penyair meminta pada Tuhan untuk menunda kematiannya. Ia ingin menyelesaikan pekerjaannya sebelum akhirnya kematian menghampirinya. Puisi ini memiliki makna yang erat dengan makna keTuhanan, ia meminta kesempatan untuk melakukan hal-hal yang mungkin ia lewatkan. Penyair seperti menulis puisi ini dengan penuh penyesalan. Wah, bisa jadi bahan introspeksi, nih! 5. Pada Suatu Hari Nanti Source Pada suatu hari nanti jasadku tak akan ada lagi tapi dalam bait-bait sajak inikau takkan kurelakan sendiri Pada suatu hari nanti suaraku tak terdengar lagi tapi di antara larik-larik sajak ini kau akan tetap kusiasati Pada suatu hari nanti impianku pun tak dikenal lagi namun di sela-sela huruf sajak ini kau takkan letih-letihnya kucari. Puisi di atas mencoba menggambarkan kesadaran tentang kematian. Semua orang akan dihadapi dengan kematian dan hal itu pasti akan terjadi. Sosok “aku” dalam puisi tersebut seakan tak membiarkan “kamu” kesepian dan akan terus menemaninya melalui karya yang ditinggalkan. 6. Kuhentikan Hujan Source RoamRight Kuhentikan hujankini matahari merindukanku, mengangkat kabut pagi perlahanAda yang berdenyut dalam dirikumenembus tanah basahdendam yang dihamilkan hujandan cahaya mataharitak bisa kutolakmatahari memaksaku menciptakan bunga-bunga Puisi ini juga menceritakan tentang sebuah pengorbanan cinta. Terlihat sosok matahari yang sedang berduka, namun karena dengan bantuan hujan, duka tersebut melahirkan bunga-bunga. 7. Menjenguk Wajah Kolam Source Pinterest Jangan kau ulangimenjengukwajah yang merasasia-sia, yang putihyang pasti ituJangan sekali-kali membayangkanwajahmu sebagai rembulan Ingat,jangan sekali-kali. Tuan. Sebenarnya, puisi ini merupakan cerminan siapa saja yang sedang merasa kesepian lalu dirundung banyak pertanyaan. Pikiran seakan penuh dengan kekhawatiran. Dalam puisi ini dikatakan bahwa jika sedang banyak pikiran dan dirundun gpertanyaan, jangan sering-sering melihat wajahnya yang murung agar tak larut dalam kesedihan. 8. Sajak Tafsir Source All About Birds Kau bilang aku burung?jangan sekali-kali berkhianatkepada sungai, ladang, dan selembar daun terakhiryang mencoba bertahan di rantingyang membenci angin Aku tidak suka membayangkankeindahan kelebat dirikuyang memimpikan tanahtidak mempercayai janji api yang akan menerjemahkankuke dalam bahasa abuTolong tafsirkan akusebagai daun terakhiragar suara angin yang meninabobokanranting itu padamTolong tafsirkan aku sebagai hasratuntuk bisa lebih lama bersamamu Tolong tafsirkan aku sebagai hasratuntuk bisa lebih lama bersamamu Tolong ciptakan makna bagikuapa saja – aku selembar daun terakhiryang ingin menyaksikanmu bahagiaketika sore tiba. Puisi Sapardi Djoko Damono satu ini meminiliki makna filosofis sebuah kehidupan. Ia menggunakan gaya bahasa metafora dalam puisinya, seperti yang kamu bisa lihat dalam kata burung, kawat, dan juga senja yang menceritakan perjalanan kehidupan manusia yang penuh suka, duka, cinta, hingga cobaan dalam hidup yang dialami manusia hingga akhir usianya. Jadi, itulah 13 buku dan puisi Sapardi Djoko Damono untuk menemani hari-harimu. Apa karyanya yang paling kamu sukai dari daftar di atas? Apakah kamu punya kisah tersendiri dari karya-karya Sapardi Djoko Damono? Yuk, tuliskan isi hatimu di kolom komentar! Dengan ini, Rukita juga mengucapkan bela sungkawa atas kepergian sang legendaris Sapardi Djoko Damono. Kini puisi “Pada Suatu Hari Nanti” seakan menjadi nyata, dan hujan ternyata turun di bulan Juli, bukan “Hujan di Bulan Juni”. Walau kau sudah di atas tinggi, karyamu akan selalu abadi, Pak Sapardi! Kamu sedang mencari kost eksklusif di pusat kota? Ada berbagai pilihan kost coliving fully furnished dari Rukita yang fasilitasnya lengkap banget! Harganya terjangkau, lokasinya strategis banget, lho. Penasaran? Klik tombol di bawah! Jangan lupa unduh aplikasi Rukita via Google Play Store atau App Store, bisa juga langsung hubungi Nikita customer service Rukita di +62 819-1888-8087, atau kunjungi Follow juga akun Instagram Rukita di Rukita_Indo dan Twitter di Rukita_Id untuk berbagai info terkini serta promo menarik!CategoriesTak Berkategori DjokoDamono. (2) Mendeskripsikan penggunaan citraan kumpulan puisi Ayat-Ayat Api karya Sapardi Djoko Damono. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Data dalam tesis ini berupa kata, ungkapan, dan kalimat dalam kumpulan puisi Ayat-Ayat Api karya Sapardi Djoko Damono.Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik pustaka, simak, dan MANUSKRIP PUISIHUJANBULANJUNI Sapardi Djoko DamonoHujan Bulan Juni oleh Sapardi Djoko Damono GM 050 PT. Grasindo, Jl. Palmerah Selatan 28, Jakarta 10270 Hak cipta dilindungi oleh undang-undang All rights reserved Diterbitkan pertama kali oleh penerbit PT. Grasindo, Anggota IKAPI, Jakarta, 1994 Perpustakaan Nasional Katalog Dalam Terbitan KDT ISBN 979-553-467-XManuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 2PENGANTAR Sajak-sajak dalam buku ini saya pilih dari sekian ratus sajak yang saya hasilkanselama 30 tahun, antara 1964 sampai dengan 1994. Sajak saya pertama kali dimuat diruangan kebudayaan sebuah tabloid di Semarang pada tahun 1957, sewaktu saya masihmenjadi murid SMA; Namun, ini tidak berarti bahwa ratusan sajak yang ditulis selama 1957-1964 tidak saya pertimbangkan untuk buku ini. Sajak-sajak itu tidak dipilih mungkin sekalikarena saya pikir lebih sesuai untuk dikumpulkan di buku lain, yang suasananya – atau entahapanya – agak berbeda dari buku ini. Ini berarti bahwa ada juga sesuatu yang mengikat sajak-sajak ini menjadi satu buku. Saya sendiri tidak tahu apakah selama 30 tahun itu ada perubahan stilistik dan tematikdalam puisi saya. Seorang penyair belajar dari banyak pihak keluarga, penyair lain, kritikus,teman, pembaca, tetangga, masyarakat luas, Koran, telecisi, dan sebagainya. Pada dasarnya,penyair memang tidak suka diganggu, namun sebenarnya ia suka juga, mungkin secarasembunyi-sembunyi, nguping pendapat pembaca. Itulah yang merupakan tanda bahwa iatidak hidup sendirian saja di dunia; itulah pula tanda bahwa puisi yang ditulisnya benar-benarada. Sebagian besar sajak-sajak dalam buku ini pernah terbit dalam ebberapa kumpulansajak, sejumlah sajak pernah dimuat di Koran dan majalah, satu-dua sajak belum pernahdipublikasikan. Hampir dua tahu lamanya saya mempertimbangkan penerbitan buku ini,bukan karena sajak-sajak saya berceceran dan sulit dilacak, tetapi karena saya sukameragukan keuntungan yang mungkin bias didapat oleh pembaca maupun penerbit buku ini. Dalam hal terakhir itu sudah selayaknya saya mengucapkan terima kasih kepada Eneste dari penerbit PT Grsindo yang tidak jemu-jemu meyakinkan saya akanperlunya menerbitkan serpihan sajak ini. Terima kasih tentu saja saya sampaikan juga kepadasiapa pun yang telah memberi dan merupakan ilham bagi sajak-sajak ini, tentang apalagipuisi kalau tidak tentang mereka, manusiaJakarta, Juni 1994Sapardi Djoko Damono Catatan Diketik ulangnya sajak-sajak ini dimaksudkan sebagai buah kecintaan dan rasa kagum saya pada karya-karya penyair Indonesia Bapak Sapardi Djoko Damono. Dan juga sebagai upaya penyediaan sarana pembelajaran sastra bagi siapa pun. Penulisan ulang ini diupayakan mengikuti rancang bangun puisi-pusi tersebut dan memiminalisir kesalahan ketik. Mohon, untuk tidak menghapus catatan ini sebagai pertanggung jawaban saya sebagai pihak yang mengetik ulang. Terima kasih. Kritik dan saran soal manuskrip ini kirimkan ke [email protected]Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 3DAFTAR ISI 4PengantarPada Suatu MalamTentang Seorang Penjaga Kubur yang MatiSaat Sebelum BerangkatBerjalan di Belakang JenazahLanskapHujan Turun Sepanjang JalanKita SaksikanDalam SakitSonet Hei! Jangan KaupatahkanZiarahDalam Doa IDalam Doa IIDalam Doa IIIKetika Jari-jari Bunga TerbukaSajak PerkawinanGerimis Kecil di Jalan Jakarta, MalangKupandang Kelam yang MErapat ke Sisi KitaBunga-bunga di HalamanPertemuanSonet XSonet YJarakHujan Dalam Komposisi, 1Hujan Dalam Komposisi, 2Hujan Dalam Komposisi, 3Varisai pada Suatu PagiMalam Itu Kami di SanaDi Beranda Waktu HujanKartu Pos Bergambar Taman Umum, New YorkNew York, 1971Dalam Kereta Bawah Tanah, ChicagoKartu Pos Bergambar Jembatan “Golden Gate”, San FransiscoJangan CeritakanTulisan di Batu NisanMata PisauTentang MatahariBerjalan ke Barat Waktu Pagi HariCahaya Bulan Tengah MalamNarcissusCatatan Masa Kecil, 1Catatan Masa Kecil, 2Catatan Masa Kecil, 3AkuariumSajak, 1Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko DamonoSajak, 2 5Di Kebun BinatangPercakapan Malam HujanTelur, 1Telur, 2Sehabis Suara GemuruhMuaraSepasang Sepatu TuaDi Banjar Tunjuk, TabananSungai, TabananKepada I Gusti Ngurah BagusBola LampuPada Suatu Pagi HariBunga, 1Bunga, 2Bunga, 3Puisi Cat Air untuk RizkiLirik untuk Lagu PopTiga Lembar Kartu PosSandiwara, 1Sandiwara, 2Lirik untuk Imporvisasi JazzYang Fana adalah WaktuTuanCermin, 1Cermin, 2Dalam DirikuKuhentikan HujanBenihDi Tangan Anak-anakDi Atas BatuAngin, 3Cara Membunuh BurungSihir HujanMetamorfosisPerahu KertasKami bertigaTelingaAku InginSajak-sajak Empat SeuntaiDi RestoranDalam Doa’kuPada Suatu Hari NantiSita SihirBatuMautHujan, Jalak dan Daun JambuAjaran HidupTerbangnya BurungManuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko DamonoPada Suatu Malam 6ia pun berjalan ke barat, selamat malam, solo,katanya sambil didengarnya sendiri suara sepatunyasatu lampu-lampu ini masih menyala buatku, gambar-gambar yang kabur dalam cahaya,hampir-hampir tak ia kenal lagi dirinya, menengadahkemudian sambil menarik nafas panjangia sendiri saja, sahut menyahut dengan malam,sedang dibayangkannya sebuah kapal di tengah lautanyang memberontak terhadap adalah minuman keras, beberapa orang membawa perempuanbeberapa orang bergerombol, dan satu-dua orangmenyindir diri sendiri; kadang memang tak ada lelucon sejuta mata itu memandang ke arahku, pun berjalan ke barat, merapat ke masa malam, gereja, hei kaukah anak kecilyang dahulu duduk menangis di depan pintuku itu?ia ingat kawan-kawannya pada suatu hari nataldalam gereja itu, dengan pakaian serba baru,bernyanyi; dan ia di luar pintu. ia pernah ingin sekalibertemu yesus, tapi ayahnya bilangyesus itu anak tak pernah tahu apakah ia pernah sungguh-sungguh mencintai malam ini yesus mencariku, ia belum pernah berjanji kepada siapa pununtuk menemui atau ditemui;ia benci kepada setiap kepercayaan yang berjalan sendiri di antara orang didengarnya seorang anak berdoa; ia tak pernah diajar pun suatu saat ingin meloloskan dirinya ke dalam doa,tapi tak pernah mengetahuiawal dan akhir sebuah doa; ia tak pernah tahu kenapabarangkali seluruh hidupku adalah sebuah doa yang sendiri; ia merasa seperti tenteramdengan jawabannya sendiriia adalah doa yang tadi ia bertemu seseorang, ia sudah lupa namanya,lupa wajahnya berdoa sambil berjalan…ia ingin berdoa malam ini, tapi tak bisa mengakhiri,tak bisa menemukan kata puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damonoia selalu merasa sakit dan malu setiap kali berpikir 7tentang dosa; ia selalu akan pingsankalau berpikir tentang mati dan hidup tuhan seperti kepala sekolah, pikirnyaketika dulu ia masih di sekolah rendah. barangkali tuhanakan mengeluarkan dan menghukum murid yang nakal,membiarkannya bergelandangan dimakan tuhan sedang mengawasi aku dengan curiga,pikirnya malam ini, mengawasi seorang yang selalu gagal ia juga pernah berdosa, tanyanya ketika berpapasandengan seorang perempuan. perempuan itu setangkai bunga;apakah ia juga pernah bertemu yesus, atau barangkalipernah juga dikeluarkan dari sekolahnya malam, langit, apa kabar selama ini?barangkali bintang-bintang masih berkedip buatku, pikirnya…ia pernah membenci langit dahulu,ketika musim kapal terbang seperti burungmenukik dan kemudian ledakan-ledakansaat itu pulalah terdengar olehnya ibunya berdoadan terbawa pula namanya sendirikadang ia ingin ke langit, kadang ia ingin mengembara sajake tanah-tanah yang jauh; pada suatu saat yang dinginia ingin lekas kawin, membangun tempat pernah merasa seperti si pandir menghadapiangka-angka…ia pun tak berani memandang dirinya sendiriketika pada akhirnya tak ditemukannya suatu saat seorang gadis adalah bunga,tetapi di lain saat menjelma sejumlah angkayang sulit. ah, ia tak berani berkhayal tentang tkut membayangkan dirinya sendiri, ia pun ingin lolosdari lampu-lampu dan suara-suara malam hari,dan melepaskan genggamannya dari kenyataan;tetapi disaksikannya berjuta orang sedang berdoa,para pengungsi yang bergerak ke kerajaan tuhan,orang-orang sakit, orang-orang penjara,dan barisan panjang orang terkejut dan berhenti,lonceng kota berguncang seperti sedia kalarekaman senandung duka perempuan tertawa ngeri di depannya, menawarkan tak tahu kenapa mesti karena wajah perempuan itu mengingatkannyakepada sebuah selokan, penuh dengan cacing;barangkali karena mulut perempuan ituManuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damonomenyerupai penyakit lepra; barangkali karena matanyaseperti gula-gula yang dikerumuni beratus ia telah menolaknya, ia bersyukur untuk siapa gerangan tuhan berpihak, menyaksikan orang-orang berjalan, seperti dirinya, sendiriatau membawa perempuan, atau bergerombol,wajah-wajah yang belum ia kenal dan sudah ia kenal,wajah-wajah yang ia lupakan dan ia ingat sepanjang zaman,wajah-wajah yang ia cinta dan ia sama mereka mengangguk padaku, pikirnya;barangkali mereka melambaikan tangan padaku setelah lama berpisahatau setelah terlampau sering bertemu. ia berjalan ke malam. ia mengangguk, entah kepada siapa;barangkali kepada dirinya sendiri. barangkali hidup adalah doa yang panjang,dan sunyi adalah minuman merasa tuhan sedang memandangnya dengan curiga;ia pun hidup adalah doa yang….barangkali sunyi adalah….barangkali tuhan sedang menyaksikannya berjalan ke barat1964Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 8TENTANG SEORANG PENJAGA KUBURYANG MATIbumi tak pernah membeda-bedakan, seperti ibu yang baik. diterimanya kembali anak-anaknya yang terkucil dan membusuk, seperti halnya bangkai binatang, pada suatu hari seorang raja, atau jenderal, atau pedagang, atau klerek – sama kalau hari ini si penjaga kubur, tak ada bedanya. ia seorang tua yang rajin membersihkan rumputan, menyapu nisan, mengumpulkan bangkai bunga dan daunan; dan bumi pun akan menerimanya seperti ia telah menerima seorang laknat, atau pendeta, atau seorang yang acuh-tak-acuh kepada bumi, akhirnya semua membusuk dan lenyap, yang mati tanpa gendering, si penjaga kubur ini, pernah berpikir apakah balasan bagi jasaku kepada bumi yang telah kupelihara dengan baik; barangkali sebuah sorga atau am punan bagi dusta-dusta masa mudanya. tapi sorga belum pernah terkubur dalam bumi tak pernah membeda-bedakan, tak pernah mencinta atau membenci; bumi adalah pelukan yang dingin, tak pernah menolak atau menanti, tak akan pernah membuat janji dengan tua yang rajin itu mati hari ini; sayang bahwa ia tak bisa menjaga kuburnya puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 9SAAT SEBELUM BERANGKATmengapa kita masih juga bercakaphari hampir gelapmenyekap beribu kata diantara karangan bungadi ruang semakin maya, dunia purnamasampai tak ada yang sempat bertanyamengapa musim tiba-tiba redakita di mana. waktu seorang bertahan di sinidi luar para pengiring jenazah menanti1967Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 10BERJALAN DI BELAKANG JENAZAHberjalan di belakang jenazah angina pun redajam mengerdiptak terduga betapa lekassiang menepi, melapangkan jalan duniadi samping pohon demi pohon menundukkan kepaladi atas matahari kita, matahari itu jugajam mengambang di antaranyatak terduga begitu kosong waktu menghirupnya1967Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 11SEHABIS MENGANTAR JENAZAHmasih adakah yang akan kautanyakantentang hal itu? hujan pun sudah selesaisewaktu tertimbun sebuah dunia yang tak habisnya bercakapdi bawah bunga-bunga menua, matahari yang senjapulanglah dengan paying di tangan, tertutupanak-anak kembali bermain di jalanan basahseperti dalam mimpi kuda-kuda meringkik di bukit-bukit jauhbarangkali kita tak perlu tua dalam tanda Tanyamasih adakah? alangkah angkuhnya langitalangkah angkuhnya pintu yang akan menerima kitaseluruhnya, seluruhnya kecuali kenanganpada sebuah gua yang menjadi sepi tiba-tiba1967Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 12LANSKAPsepasang burung, jalur-jalur kawat, langit semakin tuawaktu hari hampir lengkap, menunggu senjaputih, kita pun putih memandangnya setiasampai habis semua senja1967Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 13HUJAN TURUN SEPANJANG JALANhujan turun sepanjang jalanhujan rinai waktu musim berdesik-desik pelankembali bernama sunyikita pandang pohon-pohon di luar basah kembalitak ada yang menolaknya. kita pun mengerti, tiba-tibaatas pesan yang rahasiatatkala angina basah tak ada bermuat debutatkala tak ada yang merasa diburu-buru1967Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 14KITA SAKSIKANkita saksikan burung-burung lintas di udarakita saksikan awan-awan kecil di langit utarawaktu cuaca pun senyap seketikasudah sejak lama, sejak lama kita tak mengenalnyadi antara hari buruk dan dunia mayakita pun kembali mengenalnyakumandang kekal, percakapan tanpa kata-katasaat-saat yang lama hilang dalam igauan manusia1967Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 15DALAM SAKITwaktu lonceng berbunyipercakapan merendah, kita kembali menanti-nantikau berbisik siapa lagi akan tibasiapa lagi menjemputmu berangkat berdukadi ruangan ini kita gaib dalam gema. di luar malam harimengendap, kekal dalam rahasiakita pun setia memulai percakapan kembaliseakan abadi, menanti-nanti lonceng berbunyi1967Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 16SONET HEI! JANGAN KAUPATAHKANHei! Jangan kaupatahkan kuntum bunga ituia sedang mengembang; bergoyang-goyang dahan-dahannya yang tuayang telah mengenal baik, kau tahu,segala perubahan akar-akar yang sabar menyusup dan menjalarhujan pun turun setiap bumi hampir hangus terbakardan mekarlah bunga itu perlahan-lahandengan gaib, dari rahim saksikan saja dengan telitibagaimana matahari memulasnya warna-warni, sambil diam-diammembunuhnya dengan hati-hati sekalidalam Kasih-sayang, dalam rindu-dendam Alam;lihat ia pun terkulai perlahan-lahandengan indah sekali, tanpa satu keluhan1967Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 17ZIARAH 18Kita berjingkat lewatjalan kecil inidengan kaki telanjang; kita berziarahke kubur orang-orang yang telah melahirkan sampai terjaga mereka!Kita tak membawa apa-apa. Kitatak membawa kemenyan atau pun bungakecuali seberkas rencana-rencan kecilyang senantiasa tertunda-tunda untukkita sombongkan kepada akan kita jumpai wajah-wajah bengis,atau tulang belulang, atau sisa-sisa jasad merekadi sana? Tidak, mereka hanya batang-batang cemara yang menusuk langityang akar-akarnya pada bumi kita belum pernah mengenal mereka;ibu-bapak kita yang mendongengtentang tokoh-tokoh itu, nenek moyang kita itu,tanpa menyebut-nyebut hanyalah mimpi-mimpi kita,kenangan yang membuat kita merasapernah berziarah; berjingkatlah sesampaidi ujung jalan kecil inisebuah lapangan terbuka batang-batang cemara ada bau kemenyan tak ada bunga-bunga;mereka telah tidur sejak abad pertama,semenjak Hari Pertama ada tulang-belulang tak ada sisa-sisajasad mereka. Ibu-bapa kita sungguh bijaksana, terjebakkita dalam dongengan tangan kita berkas-berkas rencana,di atas kepala sang puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko DamonoDALAM DOA Ikupandang ke sana Isyarat-isyarat dalam cahayakupandang semestaketika Engkau seketika memijar dalam Kataterbantun menjelma gema. Malam sibuk di luar suarakemudian daun bertahan pada tangkainyaketika hujan tiba. Kudengar bumi sedia kalatiada apa pun diantara Kita dinginsemakin membara sewaktu berembus angina1968Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 19DALAM DOA IIsaat tiada pun tiadaaku berjalan tiada –gerakan, serasaisyarat Kita pun bertemusepasang Tiadatersuling tiada-gerakan, serasanikmat Sepi meninggi1968Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 20DALAM DOA IIIjejak-jejak Bunga selalu; betapa tergodakita untuk berburu, terjundi antara raung warnasebelum musim menanggalkan daun-daunakan tersesat di mana kitaterbujuk jejak-jejak Bunga nantinya atauterjebak juga baying-bayang Cahayadalam nafsu kita yang risau1967Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 21KETIKA JARI-JARI BUNGA TERBUKAketika jari-jari bunga terbukamendadak terasa betapa sengitcinta Kitacahaya bagai kabut, kabut cahaya; di awan hari ini di bumimeriap sepi yang purba;ketika kemarau terasa ke bulu-bulu mata, suatu pagidis ayap kupu-kupu, di sayap warnaswara burung di ranting-ranting cuaca,bulu-bulu cahaya betapa parahcinta Kitamabuk berjalan, diantara jerit bunga-bunga rekah1968Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 22SAJAK PERKAWINANcahaya yang ini, Siapakah?kelopak-kelopak malamberguguran kaki langit yang kaburdalam kamar, dalam Persetubuhanbutir demi butirKau dan aku, akudan serbuk malam tergelincirmenyatuPerkawinan tak di mana pun, takkapan punkelopak demi kelopak terbukamalam pun sempurna1968Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 23GERIMIS KECILDI JALAN JAKARTA, MALANGseperti engkau berbicara di ujung jalanwaktu dingin, sepi gerimis tiba-tibaseperti engkau memanggil-manggil di kelokan ituuntuk kembali berdukauntuk kembali kepada rindupanjang dan cemasseperti engkau yang memberi tanda tanpa lampu-lampusupaya menyahutmu, Mu1968Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 24KUPANDANG KELAM YANG MERAPAT KE SISI KITAkupandang kelam yang merapat ke sisi kita;siapa itu di sebelah sana, tanyamu tiba-tibamalam berkabut seketika; barangkali menjemputkubarangkali berkabar penghujan itukita terdiam saja di pintu; menungguatau ditunggu, tanpa janji terlebih dahulu;kenalkah ia padamu, desakmu kemudian sepiterbata-bata menghardik berulang kalibaying-bayangnya pun hampir sampai di sini; janganucapkan selamat malam; undurlah pelahanpastilah sudah gugur hujandi hulu sungai itu; itulah Saat itu, bisikkukukecup ujung jarimu; kau pun menatapkubunuhlah ia, suamiku kutatap kelam itubaying-bayang yang hampir lengkap mencapaikulalu kukatakan mengapa Kau tegak di situ1968Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 25BUNGA-BUNGA DI HALAMANmawar dan bunga rumputdi halaman; gadis yang kecildunia kecil, jari begitukecil menudingnyamengapakah perempuan suka menangisbagai kelopak mawar, sedangrumput liar semakin hijau swaranyadi bawah sepatu-sepatumengapakah pelupuk mawar selaluberkaca-kaca; sementara tangan-tangan lembuthampir mencapainya wahai, meriaprumput di tubuh kita1968Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 26PERTEMUANperempuan mengirim air matanyake tanah-tanah cahaya, ke kutub-kutub bulanke landasan cakrawala; kepalanya di atas bantallembut bagai bianglalalelaki tak pernah menolehdan di setiap jejaknya melebat hutan-hutan,hibuk pelabuhan-pelabuhan; di pelupuknya sepasang mataharikeras dan fanadan serbuk-serbuk hujantiba dari arah mana saja cadarbagi rahim yang terbuka, udara yang jenuhketika mereka berjumpa. Di ranjang ini1968Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 27SONET Xsiapa menggores di langit birusiapa meretas di awan lalusiapa mengkristal di kabut itusiapa mengertap di bunga layusiapa cerna di warna ungusiapa bernafas di detak waktusiapa berkelebat setiap kubuka pintusiapa terucap di celah kata-katakusiapa mengaduh di baying-bayang sepikusiapa tiba menjemputku berburusiapa tiba-tiba menyibak cadarkusiapa meledak dalam diriku siapa Aku1968Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 28SONET Ywalau kita sering bertemudi antara orang-orang melawat ke kubur itudi sela-sela suara birubencah-bencah kelabu dan unguwalau kau sering kukenangdi antara kata-kata yang lama tlah hilangterkunci dalam baying-bayangdendam remangwalau aku sering kau sapadi setiap simpang cuacahijau menjelma merah menyaladi pusing jantra ku tak tahu kenapa merindutergagap gugup di ruang tunggu1968Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 29JARAKdan Adam turun di hutan-hutanmengabur dalam dongengandan kita tiba-tiba di sinitengadah ke langit; kosong sepi1968Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 30HUJAN DALAM KOMPOSISI, 1 Apakah yang kau tangkap dari swara hujan, dan daun-daun bougencil basah yangteratur mengetuk jendela? Apakah yang kau tangkap dari bau tanah, dari ricik air yang turundi selokan? Ia membayangkan hubungan gaib antara tanah dan hujan, emmbayangkan rahasiadaun basah serta ketukan yang berulang. “Tak ada. Kecuali baying-bayangmu sendiri yang di balik pintu memimpikan ketukanitu, memimpikan sapa pinggir hujan, memimpikan bisik yang membersit dari titik airmenggelincir dari daun dekat jendela itu. Atau memimpikan semacam suku kata yang akanmengantarmu tidur.” Barangkali sudah terlalu sering ia mendengarnya, dan tak lagi puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 31HUJAN DALAM KOMPOSISI, 2Apakah yang kita harapkan dari hujan? Mula-mula ia di udara tinggi, ringan dan bebas; lalu mengkristal dalam dingin; kemudian melayang jatuh ketika tercium bau bumi; dan menimpa pohon jambu itu, tergelincir dari daun-daun, melenting di atas genting, tumpah di pekarangan rumah, dan kembali ke yang kita harapkan? Hujan juga jatuh di jalan yang panjang, menyusurnya, dan tergelincir masuk selokan kecil, mericik swaranya, menyusur selokan, terus mericik sejak sore, mericik juga di malam gelap ini. bercakap tentang Mungkin ada juga hujan yang jatuh di lautan. Selamat puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 32HUJAN DALAM KOMPOSISI, 3dan tik-tok jam itu kita indera kembali akhirnya terpisah dari hujan1969Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 33VARIASI PADA SUATU PAGIisebermula adalah kabut; dan dalam kabutsenandung lonceng, ketika selembar dauh luruh,setengah bermimpi, menepi ke bumi, luputkaudengarkah juga seperti Suara mengaduh?iidan cahaya yang membasuhmu pertama-tamabernyanyi bagi ca pung, kupu-kupu, dan bunga; Cahayayang menawarkan kicau burung susut tiba-tibapada selembar daun tua, pelan terbakar, tanpa sisaiiimenjelma baying-bayang. Bayang-bayang yang tiba-tiba tersentakketika seekor burung, menyambar ca pungSelamat pagi pertama bagi matahari, risau bergerak-gerakketika sepasang kupu-kupu merendah ke bumi basah, bertarung1970Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 34MALAM ITU KAMI DI SANA“Kenapa kaubawa aku ke mari, Saudara?” sebuah stasiundi dasar malam. Bayang-bayang putih di sudut peronmenyusur bangku-bangku panjang; jarum-jarum jam tak letihnyameloncat, merapat ke Sepi. Barangkali sajakami sedang menanti kereta yang bisaa tibasetiap kali tiada seorang pun siap memberi tanda-tanda;barangkali saja kami sekedar ingin berada di siniketika tak ada yang bergegas, yang cemas, yang menanti-nanti;hanya nafas kami, menyusur batang-batang rel, mengeras tiba-tiba;sinyal-sinyal kejang, lampu-lampu kuning yang menyusut di udarasementara baying-bayang putih di seluruh ruangan,“Tetapi katakana dahulu, Saudara, kenapa kaubawa aku kemari?”1970Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 35DI BERANDA WAKTU HUJANKau sebut kenanganmu nyanyian dan bukan matahariyang menerbitkan debu jalanan, yang menajamkanwarna-warni bunga yang dirangkaikan yang menghapusjejak-jejak kaki, yang senantiasa berulangdalam hujan. Kau di “Ke mana pula burung-burung itu yang bahkantak pernah kau lihat, yang menjelma semacam nyanyian,semacam keheningan terbang; kemana pula suit daunyang berayun jatuh dalam setiap impian?”Dan bukan kemarau yang membersihkan langit,yang perlahan mengendap di udara kau sebut cintamupenghujan panjang, yang tak habis-habisnyamembersihkan debu, yang bernyanyi di beranda kau duduksendiri, “Di mana pula sekawanan kupu-kupu itu,menghindar dari pandangku; di mana pulaah, tidak!rinduku yang dahulu?”Kau pun di beranda, mendengar dan tak mendengarkepada hujan, sendiri,“Di manakah sorgaku itu nyanyianyang pernah mereka ajarkan padaku dahulu,kata demi kata yang pernah kau hapalbahkan dalam igauanku?” Dan kausebuthidupmu sore hari dan bukan siangyang bernafas dengan sengityang tiba-tiba mengeras di bawah matahari yang basah,yang meleleh dalam senandung hujan,yang puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 36KARTU POS BERGAMBARTAMAN UMUM, NEW YORKDi sebuah taman kausapa New York yang memutih rambutnyaduduk di bangku panjang, berkisahdengan beberapa ekor merpati. Tapi tak disahutnyaanggukmu; tak dikenalnya sopan-santun York yang senjakala, yang Hitam panggilannya,membayangkan diriny turun dari keretadari Selatan nun jauh. Beberapa bunga ceri jatuhdi atas koran hari ini. Lonceng menggoreskan akhir musim puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 37NEW YORK, 1971Hafalkan namamu baik-baik di sini. Setelah bajadan semen yang mengatur langkah kita, lampu-lampudan kaca. Langit hanya dalam batin kita,tersimpan setia dari lembah-lembah di mana kau dan akulahir, semakin biru dalam namamu. Tikungan demi tikunganwarna demi warna tanda-tanda jalanan yang menunjukkea rah kita, yang kemudian menjanjikanarah yang kaburke tempat-tempat yang dulu pernah adadalam mimpi kanak-kanak kita. Berjalanlah merapat temboksambil mengulang-ulang menyebut nama tempatdan tanggal lahirmu sendiri, sampai di persimpanganujung jalan itu, yang menjurus ke segala arahsambil menolak arah, ketika semakin banyak jugaorang-orang di sekitar kita, dan terasa bahwasepenuhnya sendiri. Kemudian bersiaplahdengan jawaban-jawaban kaudengarkah swara-swara itu?1971Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 38DALAM KERETA BAWAH TANAH, CHICAGO“Siapakah namamu?” Barangkali aku setengah tertidur waktu kau tanyakan itu lagi. Bangku-bangku yang separo kosong, beberapa wajah yang seperti mata tombak, dan dari jendela siluet di atas dasar hitam. Aku pun tak pernah menjawabmu, bahkan ketika kautanyakan jam berapa saat kematianku, sebab kau toh tak pernah ada tatkala aku sepenuhnya terjagaBaiklah, hari ini kita namakan saja ia ketakutan, atau apa sajalah. Di saat lain barangkali ia menjadi milik seorang pahlawan, atau seorang budak, atau Pak Guru yang mengajar anak-anak bernyanyi – tetapi manakah yang lebih deras denyutnya, jantung manusia atau arloji? yang bisaa menghitung nafas kita, ketika seorang membayangkan sepucuk pestol teracu ke arahnya? Atau tak usah saja kita namakan apa-apa; kau pun sibuk mengulang-ulang pertanyaan yang itu-itu juga, sementara aku hanya separo terjagaSeandainya -1971Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 39KARTU POS BERGAMBARJEMBATAN “GOLDEN GATE”, SAN FRANSISCOkabut yang likat dan kabut yang pupurlekat dan grimis pada tiang-tiang jembatanmatahari menggeliat dan kembali gugurtak lagi di langit! berpusing di pedih lautan1971Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 40JANGAN CERITAKANbibir-bibir bunga yang pecah-pecahmengunyah matahari,jangan ceritakan padaku tentang dinginyang melengking malam-malam – lalu mengembun1971Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 41TULISAN DI BATU NISANtolong tebarkan atasku baying-bayang hidup yang lindapkalau kau berziarah ke maritak tahan rasanya terkubur, megapdi bawah terik si matahari1971Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 42MATA PISAUmata pisau itu tak berkejap menatapmu;kau yang baru saja mengasahnyaberpikir; ia tajam untuk mengiris apelyang tersedia di atas mejasehabis makan malam;ia berkilat ketika terbayang olehnya urat puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 43TENTANG MATAHARIMatahari yang di atas kepalamu ituadalah balon gas yang terlepas dari tanganmuwaktu kau kecil, adalah bola lampuyang ada di atas meja ketika kau menjawab surat-suratyang teratur kau terima dari sebuah Alamat,adalah jam weker yang berderingsaat kau bersetubuh, adalah gambar bulanyang dituding anak kecil itu sambil berkata“Ini matahari! Ini matahari!” –Matahari itu? Ia memang di atas sanasupaya selamanaya kau menghelabaying-bayangmu puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 44BERJALAN KE BARATWAKTU PAGI HARIwaktu aku berjalan ke barat di waktu pagi matahari mengikutiku di belakangaku berjalan mengikuti baying-bayangku sendiri yang memanjang di depanaku dan matahari tidak bertengkar tentang siapa di antara kami yang telah menciptakan baying-bayangaku dan baying-bayang tidak bertengkar tentang siapa di antara kami yang harus berjalan di depan1971Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 45CAHAYA BULAN TENGAH MALAMaku terjaga di kursi ketika cahaya bulan jatuh di wajahku dari genting kacaadakah hujan sudah reda sejak lama?masih terbuka koran yang tadi belum selesai kubacaterjatuh di lantai; di tengah malam itu ia nampak begitu dingin dan fana1971Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 46NARCISSUSseperti juga aku namamu siapa, bukan?pandangmu hening di permukaan telaga dan rindumu dalamtetapi jangan saja kita bercintajangan saja aku mencapaimu dan kau padaku menjelmaatau tunggu sampai angina melepaskan selembar daundan jatuh di telaga pandangmu berpendar, bukan?cemaskah aku kalau nanti air bening kembali?cemaskah aku kalau gugur daun demi daun lagi?1971Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 47CATATAN MASA KECIL, 1 Ia menjenguk ke dalam sumur mati itu dan tampak garis-garis patah dan berkas-berkas warna perak dan kristal-kristal hitam yang pernah disaksikannya ketika ia sakit danmengigau dan memanggil-manggil ibunya. Mereka bilang ada ular menjaga di dasarnya. Iamelemparkan batu ke dalam sumur mati itu dan mendengar suara yang pernah dikenalnyalama sebelum ia mendengar tangisnya sendiri yang pertama kali. mereka bilang sumur matiitu tak pernah keluar airnya. Ia mencoba menerka kenapa ibunya tidak pernah mempercayai puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 48CATATAN MASA KECIL, 2 Ia mengambil jalan pintas dan jarum-jarum rumput berguguran oleh langkah-langkahnya. Langit belum berubah juga. Ia membayangkan rahang-rahang laut dan rahang-rahang bunga lalu berpikir apakah burung yang tersentak dari ranting lamtara itu pernahmenyaksikan rahang-rahang laut dan rahang-rahang bunga terkam menerkam. Langit belumberubah juga. Angin begitu ringan dan bisa meluncur ke mana pun dan bisa menggoda lautsehabis menggoda bunga tetapi ia bukan angina dan ia kesal lalu menyepak sebutir yang terpekik di balik semak. Ia tak mendengarnya. Ada yang terpekik di balik semak dan gemanya menyentuh sekuntum bunga lalutersangkut pada angina dan terbawa sampai ke laut tetapi ia tak mendengarnya dan iamembayangkan rahang-rahang langit kalau hari hampir hujan. Ia sampai di tanggul sungaitetapi mereka yang berjanji menemuinya ternyata tak ada. Langit sudah berubah. Iamemperhatikan ekor srigunting yang senantiasa bergerak dan mereka yang berjanjimengajaknya ke seberang sungai belum juga tiba lalu menyaksikan butir-butir hujan mulaijatuh ke air dan ia memperhatikan lingkaran-lingkaran itu melebar dan ia membayangkanmereka tiba-tiba menge pungnya dan melemparkannya ke air. Ada yang memperhatikannya dari seberang sungai tetapi ia tak melihatnya. MASA KECIL, 3 49Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko DamonoIa turun dari ranjang lalu bersijingkat dan membuka jendela lalu menatap bintang-bintang seraya bertanya-tanya apa gerangan yang di luar semesta dan apa gerangan yang di-luar semesta dan terus saja menunggu sebab serasa ada yang akan lewat memberitahukan halitu padanya dan ia terus bertanya-tanya sampai akhirnya terdengar ayam jantan berkokok tigakali dan ketika ia menoleh nampak ibunya sudah berdiri di belakangnya berkata “biar kututupjendela ini kau tidurlah saja setelah semalam suntuk terjaga sedang udara malam jahat sekaliperangainya?1971AKUARIUM 50Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono

KumpulanSajak, 1982. ANGIN, 2 Oleh : Sapardi Djoko Damono. Angin pagi menerbangkan sisa-sisa unggun api yang terbakar semalaman. Seekor ular lewat, menghindar. Lelaki itu masih tidur. Ia bermimpi bahwa perigi tua yang tertutup ilalang panjang di pekarangan belakang rumah itu tiba-tiba berair kembali. Perahu Kertas, Kumpulan Sajak, 1982.

Menghimpun kumpulan puisi karya Sapardi Djoko Damono paling menyentuh. Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono, sastrawan kebanggaan Indonesia yang dikenal dengan tulisan-tulisannya yang sederhana namun mengandung makna yang sama sekali tidak sederhana. Orang-orang sudah mengenalnya sebagai sastrawan sebelum dirinya masuk kuliah. Salah satu sajaknya yang ia buat waktu 17 tahun sudah dijadikan sebagai sajak wajib pada pertemuan Kesenian Nasional Indonesia sampai tiga kali. Usianya kini 79 tahun, lahir 20 Maret 1940. Meski usianya telah memasuki masa-masa pensiun, ia masih tetap aktif menulis dan mengajar di program pascasarjana Institut Kesenian Jakarta. Baca juga Kumpulan Contoh Puisi mBeling dari Seniman dan Penyair Ternama Kumpulan Puisi dari Sang Maestro Pemilihan kata yang sederhana, namun memiliki makna yang mendalam. Butuh berapa kali pengulangan untuk bisa memahami kata-kata sang maestro walaupun sebenarnya ia bilang bahwa puisi bukan untuk dipahami, tapi dihayati. Dalam puisinya, ia seringkali menggunakan nuansa alam untuk menghidupkan kata demi kata. Hujan, alam, daun, bunga, pagi, dan malam tak lepas dari perhatiannya sebagai inspirasi. Ia katakan “Perkara alam, zaman dulu memang tidak ada apa-apa kan? Saya kenal alam di situ, karena tempat tinggal saya di desa dan keluar masuk kampung bersama seorang teman yang akrab pada masa dulu. Jadi saya betul-betul memerhatikan alam.” Puisi-puisinya juga telah banyak dijadikan objek musikalisasi puisi yang sebagian oleh mantan-mantan mahasiswanya di UI seperti Ags Arya Dipayana, Umar Muslim, Tatyana Soebianto, Reda Gaudiamo, dan Ari Malibu sehingga menjadikannya semakin populer di kalangan anak muda. Jika kamu tertarik atau menggemari dunia sastra, maka kumpulan puisi karya Sapardi Djoko Damono ini tak semestinya dilewatkan. Selamat terenyuh! Baca juga Kumpulan Puisi Pendek dari Para Penyair Terkenal yang Menginspirasi 1. Aku Ingin2. Hatiku Selembar Daun3. Hujan Bulan Juni4. Yang Fana Adalah Waktu5. Pada Suatu Hari Nanti6. Kuhentikan Hujan7. Hanya8. Menjenguk Wajah di Kolam9. Sajak Kecil Tentang Cinta10. Sajak Tafsir11. Kita Saksikan12. Akulah Si Telaga13. Hujan Dalam Komposisi, 114. Hujan Dalam Komposisi, 215. Hujan Dalam Komposisi, 316. Metamorfosis17. Sajak Putih18. Dalam Diriku19. Ayat-Ayat Tokyo20. Kenangan21. Ruang Tunggu22. Sementara Kita Saling Berbisik23. Tentang Matahari24. Ia Tak Pernah25. Pertanyaan Kerikil yang Goblok26. Gerimis Jatuh27. Di Restoran28. Dalam Doaku29. Kepada Istriku30. Atas Kemerdekaan 1. Aku Ingin Aku Ingin Aku ingin mencintaimu dengan sederhana dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu Aku ingin mencintaimu dengan sederhana dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada 1989 2. Hatiku Selembar Daun Hatiku Selembar Daun Hatiku selembar daun melayang jatuh di rumput; Nanti dulu, biarkan aku sejenak terbaring di sini; ada yang masih ingin kupandang, yang selama ini senantiasa luput; Sesaat adalah abadi sebelum kausapu tamanmu setiap pagi. 3. Hujan Bulan Juni Hujan Bulan Juni tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu tak ada yang lebih arif dari hujan bulan Juni dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu 4. Yang Fana Adalah Waktu Yang Fana Adalah Waktu Yang fana adalah waktu. Kita abadi memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa “Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu. Kita abadi. 1978 5. Pada Suatu Hari Nanti Pada Suatu Hari Nanti Pada suatu hari nanti, Jasadku tak akan ada lagi, Tapi dalam bait-bait sajak ini, Kau tak akan kurelakan sendiri. Pada suatu hari nanti, Suaraku tak terdengar lagi, Tapi di antara larik-larik sajak ini. Kau akan tetap kusiasati, Pada suatu hari nanti, Impianku pun tak dikenal lagi, Namun di sela-sela huruf sajak ini, Kau tak akan letih-letihnya kucari. 6. Kuhentikan Hujan Kuhentikan Hujan Kuhentikan hujan Kini matahari merindukanku, mengangkat kabut pagi perlahan Ada yang berdenyut dalam diriku Menembus tanah basah Dendam yang dihamilkan hujan Dan cahaya matahari Tak bisa kutolak Matahari memaksaku menciptakan bunga-bunga 7. Hanya Hanya Hanya suara burung yang kau dengar dan tak pernah kaulihat burung itu tapi tahu burung itu ada di sana Hanya desir angin yang kaurasa dan tak pernah kaulihat angin itu tapi percaya angin itu di sekitarmu Hanya doaku yang bergetar malam ini dan tak pernah kaulihat siapa aku tapi yakin aku ada dalam dirimu 8. Menjenguk Wajah di Kolam Menjenguk Wajah di Kolam Jangan kau ulang lagi menjenguk wajah yang merasa sia-sia, yang putih yang pasi itu. Jangan sekali- kali membayangkan Wajahmu sebagai rembulan. Ingat, jangan sekali- kali. Jangan. Baik, Tuan. 9. Sajak Kecil Tentang Cinta Sajak Kecil Tentang Cinta Mencintai angin harus menjadi siut Mencintai air harus menjadi ricik Mencintai gunung harus menjadi terjal Mencintai api harus menjadi jilat Mencintai cakrawala harus menebas jarak Mencintai-Mu harus menjelma aku 10. Sajak Tafsir Sajak Tafsir Kau bilang aku burung? Jangan sekali-kali berkhianat kepada sungai, ladang, dan batu. Aku selembar daun terakhir yang mencoba bertahan di ranting yang membenci angin. Aku tidak suka membayangkan keindahan kelebat diriku yang memimpikan tanah, tidak mempercayai janji api yang akan menerjemahkanku ke dalam bahasa abu. Tolong tafsirkan aku sebagai daun terakhir agar suara angin yang meninabobokan ranting itu padam. Tolong tafsirkan aku sebagai hasrat untuk bisa lebih lama bersamamu. Tolong ciptakan makna bagiku, apa saja — aku selembar daun terakhir yang ingin menyaksikanmu bahagia ketika sore tiba. 11. Kita Saksikan Kita Saksikan kita saksikan burung-burung lintas di udara kita saksikan awan-awan kecil di langit utara waktu itu cuaca pun senyap seketika sudah sejak lama, sejak lama kita tak mengenalnya di antara hari buruk dan dunia maya kita pun kembali mengenalnya kumandang kekal, percakapan tanpa kata-kata saat-saat yang lama hilang dalam igauan manusia 1967 12. Akulah Si Telaga Akulah Si Telaga akulah si telaga berlayarlah di atasnya; berlayarlah menyibakkan riak-riak kecil yang menggerakkan bunga-bunga padma; berlayarlah sambil memandang harumnya cahaya; sesampai di seberang sana, tinggalkan begitu saja — perahumu biar aku yang menjaganya. 1982 13. Hujan Dalam Komposisi, 1 Hujan Dalam Komposisi, 1 Apakah yang kautangkap dari swara hujan, dari daun-daun bugenvil basah yang teratur mengetuk jendela? Apakah yang kautangkap dari bau tanah, dari ricik air yang turun di selokan? Ia membayangkan hubungan gaib antara tanah dan hujan, membayangkan rahasia daun basah serta ketukan yang berulang. “Tak ada. Kecuali bayang-bayangmu sendiri yang di balik pintu memimpikan ketukan itu, memimpikan sapa pinggir hujan, memimpikan bisik yang membersit dari titik air menggelincir dari daun dekat jendela itu. Atau memimpikan semacam suku kata yang akan mengantarmu tidur.” Barangkali sudah terlalu sering ia mendengarnya, dan tak lagi mengenalnya. 1969 14. Hujan Dalam Komposisi, 2 Hujan Dalam Komposisi, 2 Apakah yang kita harapkan dari hujan? Mula-mula ia di udara tinggi, ringan dan bebas; lalu mengkristal dalam dingin; kemudian melayang jatuh ketika tercium bau bumi; dan menimpa pohon jambu itu, tergelincir dari daun-daun, melenting di atas genting, tumpah di pekarangan rumah, dan kembali ke bumi. Apa yang kita harapkan? Hujan juga terjatuh di jalan yang panjang, menusurnya, dan tergelincir masuk selokan kecil, mericik swaranya, menyusur selokan, terus mericik sejak sore, mericik juga di malam gelap ini, bercakap tentang lautan. Apakah? Mungkin ada juga hujan yang jatuh di lautan, Selamat tidur. 1969 15. Hujan Dalam Komposisi, 3 Hujan Dalam Komposisi, 3 dan tik-tok jam itu kita indera kembali akhirnya terpisah dari hujan 1969 16. Metamorfosis Metamorfosis Ada yang sedang menanggalkan kata-kata yang satu demi satu mendudukkanmu di depan cermin dan membuatmu bertanya tubuh siapakah gerangan yang kukenakan ini ada yang sedang diam-diam menulis riwayat hidupmu menimbang-nimbang hari lahirmu mereka-reka sebab-sebab kematianmu ada yang sedang diam-diam berubah menjadi dirimu. 17. Sajak Putih Sajak Putih Beribu saat dalam kenangan Surut perlahan Kita dengarkan bumi menerima tanpa mengaduh Sewaktu detik pun jatuh Kita dengar bumi yang tua dalam setia Kasih tanpa suara Sewaktu bayang-bayang kita memanjang Mengabur batas ruang Kita pun bisu tersekat dalam pesona Sewaktu ia pun memanggil-manggil Sewaktu Kata membuat kita begitu terpencil Di luar cuaca 18. Dalam Diriku Dalam Diriku Dalam diriku mengalir sungai panjang Darah namanya; Dalam diriku menggenang telaga darah Sukma namanya; Dalam diriku meriak gelombang sukma Hidup namanya! Dan karena hidup itu indah Aku menangis sepuas-puasnya. 19. Ayat-Ayat Tokyo Ayat-Ayat Tokyo /1/ angin memahatkan tiga panah kata di kelopak sakura– ada yang diam-diam membacanya /2/ ada kuntum melayang jatuh air tergelincir dari payung itu; “kita bergegas,” katanya /3/ kita pandang daun bermunculan kita pandang bunga berguguran kita diam berpandangan /4/ kemarin tak berpangkal, besok tak berujung– tak tahu mesti ke mana angin menyambut bunga gugur itu /5/ lengking sakura– tapi angin tuli dan langit buta /6/ menjelma burung gereja menghirup langit dalam-dalam– angin musim semi 20. Kenangan Kenangan /1/ Ia meletakkan kenangannya dengan sangat hati-hati di laci meja dan menguncinya memasukkan anak kunci ke saku celana sebelum berangkat ke sebuah kota yang sudah sangat lama hapus dari peta yang pernah digambarnya pada suatu musim layang-layang /2 / Tak didengarnya lagi suara air mulai mendidih di laci yang rapat terkunci. /3 / Ia telah meletakkan hidupnya di antara tanda petik 21. Ruang Tunggu Ruang Tunggu ada yang terasa sakit di pusat perutnya ia pun pergi ke dokter belum ada seorang pun di ruang tunggu beberapa bangku panjang yang kosong tak juga mengundangnya duduk ia pun mondar-mandir saja menunggu dokter memanggilnya namun mendadak seperti didengarnya suara yang sangat lirih dari kamar periksa ada yang sedang menyanyikan beberapa ayat kitab suci yang sudah sangat dikenalnya tapi ia seperti takut mengikutinya seperti sudah lupa yang mana mungkin karena ia masih ingin sembuh dari sakitnya 22. Sementara Kita Saling Berbisik Sementara Kita Saling Berbisik sementara kita saling berbisik untuk lebih lama tinggal pada debu, cinta yang tinggal berupa bunga kertas dan lintasan angka-angka ketika kita saling berbisik di luar semakin sengit malam hari memadamkan bekas-bekas telapak kaki, menyekap sisa-sisa unggun api sebelum fajar. Ada yang masih bersikeras abadi. 1966 23. Tentang Matahari Tentang Matahari Matahari yang ada di atas kepalamu itu Adalah balon gas yang terlepas dari tanganmu waktu kau kecil, adalah bola lampu yang ada di atas meja ketika kau menjawab surat-surat yang teratur kauterima dari sebuah Alamat, adalah jam weker yang berdering saat kau bersetubuh, adalah gambar bulan yang dituding anak kecil itu sambil berkata “Ini matahari! Ini matahari!” – Matahari itu? Ia memang di atas sana supaya selamanya kau menghela bayang-bayangmu itu. 1971 24. Ia Tak Pernah Ia Tak Pernah ia tak pernah berjanji kepada pohon untuk menerjemahkan burung menjadi api ia tak pernah berjanji kepada burung untuk menyihir api menjadi pohon ia tak pernah berjanji kepada api untuk mengembalikan pohon kepada burung 25. Pertanyaan Kerikil yang Goblok Pertanyaan Kerikil yang Goblok “Kenapa aku berada di sini?” tanya kerikil yang goblok itu. Ia baru saja dilontarkan dari ketapel seorang anak lelaki, merontokkan beberapa lembar daun mangga, menyerempet ujung ekor balam yang terperanjat, dan sejenak membuat lengkungan yang indah di udara, lalu jatuh di jalan raya tepat ketika ada truk lewat di sana. Kini ia terjepit di sela-sela kembang ban dan malah bertanya kenapa; ada saatnya nanti,entah kapan dan di mana, ia dicungkil oleh si kenek sambil berkata, “Mengganggu saja!” 26. Gerimis Jatuh Gerimis Jatuh Gerimis jatuh kaudengar suara di pintu Bayang-bayang angin berdiri di depanmu Tak usah kauucapkan apa-apa; seribu kata Menjelma malam, tak ada yang di sana Tak usah; kata membeku, Detik meruncing di ujung Sepi itu Menggelincir jatuh Waktu kaututup pintu. Belum teduh dukamu. 27. Di Restoran Di Restoran Kita berdua saja Duduk Aku memesan ilalang panjang dan bunga rumput Kau entah memesan apa Aku memesan batu Di tengah sungai terjal yang deras Kau entah memesan apa Tapi kita berdua saja Duduk Aku memesan rasa sakit yang tak putus Dan nyaring lengkingnya, Memesan rasa lapar yang asing itu 28. Dalam Doaku Dalam Doaku Dalam doa subuhku ini kau menjelma langit yang semalaman tak memejamkan mata, yang meluas bening siap menerima cahaya pertama, yang melengkung hening karena akan menerima suara-suara Ketika matahari mengambang diatas kepala, dalam doaku kau menjelma pucuk pucuk cemara yang hijau senantiasa, yang tak henti-hentinya mengajukan pertanyaan muskil kepada angin yang mendesau entah dari mana Dalam doaku sore ini kau menjelma seekor burung gereja yang mengibas-ibaskan bulunya dalam gerimis, yang hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu bunga jambu, yang tiba tiba gelisah dan terbang lalu hinggap di dahan mangga itu Maghrib ini dalam doaku kau menjelma angin yang turun sangat perlahan dari nun disana, bersijingkat di jalan dan menyentuh-nyentuhkan pipi dan bibirnya di rambut, dahi, dan bulu-bulu mataku Dalam doa malamku kau menjelma denyut jantungku, yang dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit yang entah batasnya, yang setia mengusut rahasia demi rahasia, yang tak putus-putusnya bernyanyi bagi kehidupanku Aku mencintaimu, itu sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan keselamatanmu 29. Kepada Istriku Kepada Istriku Pandanglah yang masih sempat ada pandanglah aku sebelum susut dari Suasana sebelum pohon-pohon di luar tinggal suara terpantul di dinding-dinding gua Pandang dengan cinta. Meski segala pun sepi tandanya waktu kau bertanya-tanya, bertahan setia langit mengekalkan warna birunya bumi menggenggam seberkas bunga, padamu semata 1967 30. Atas Kemerdekaan Atas Kemerdekaan Kita berkata jadilah dan kemerdekaan pun jadilah bagai laut di atasnya langit dan badai tak henti-henti di tepinya cakrawala terjerat juga akhirnya kita, kemudian adalah sibuk mengusut rahasia angka-angka sebelum Hari yang ketujuh tiba sebelum kita ciptakan pula Firdaus dari segenap mimpi kita sementara seekor ular melilit pohon itu inilah kemerdekaan itu, nikmatkanlah *** Baca juga Kumpulan Puisi Karya Chairil Anwar yang Menginspirasi Karya-karya Pak Sapardi memang tak lekang oleh waktu. Meski usia sudah kian senja, puisi-puisinya tetap digandrungi anak-anak muda. Sebagian memang berkat musikalisasi puisi oleh mantan-mantan mahasiswanya. Itulah kumpulan puisi karya Sapardi Djoko Damono yang kita rangkum dari beberapa sumber. Karyanya yang bejibun tak mungkin ditimbun dalam satu halaman situs. Ini cuma sekelumit, maka lanjutkan dengan membaca buku-bukunya … Semoga menginspirasi! . 356 421 164 265 271 20 320 152

kumpulan puisi sapardi djoko damono pdf